TUGAS IMUNOLOGI
FAKULTAS
FARMASI
UNIVERSITAS
MUSLIM INDONESIA
“KOMPLEMEN”
NAMA : ESNI
STAMBUK : 150 2012 0104
KELAS : 3.3
DOSEN :
ANDI EMELDA S.SI. M.SI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
A. PENDAHULUAN
Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah
yang bereaksi berjenjang sebagai enzim untuk membantu sistem kekebalan
selulardan sistem kekebalan humoraluntuk melindungi tubuh dari infeksi. Protein
komplemen tidak secara khusus bereaksi terhadap antigen tertentu, dan segera
teraktivasi pada proses infeksi awal dari patogen. Oleh karena itu sistem
komplemen dianggap merupakan bagian dari sistem kekebalan turunan. Walaupun
demikian, beberapa antibodi dapat memicu beberapa protein komplemen, sehingga
aktivasi sistem komplemen juga merupakan bagian dari sistem kekebalan humoral.
Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks
protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan normal komplemen
beredar di sirkulasi. darah dalam keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat
diaktifkan melalui dua jalur yang tidak tergantung satu dengan yang lain,
disebut jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi sistem komplemen
menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan berbagai substansi biologik
aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen. Aktivasi sistem
komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya juga
dapat membahayakan bahkan mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut
seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat endapan kompleks
antigen-antibodi pada jaringan berlangsung terus-menerus, akan terjadi
kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan penyakit.

- Unsur pokok sistem komplemen diwujudkan oleh sekumpulan komponen protein yang terdapat di dalam serum. Protein-protein ini dapat dibagi menjadi protein fungsional yang menggambarkan elemen dari berbagai jalur, dan protein pengatur yang menunjukkan fungsi pengendalian.
- Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan juga oleh sel fagosit mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah. Komplemen C l juga dapat di sintesis oleh sel epitel lain diluar hepar. Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit mononuklear terutama akan disintesis ditempat dan waktu terjadinya aktivasi.
- Sebagian dari komponen protein komplemen diberi nama dengan huruf C: Clq, Clr, CIs, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9 berurutan sesuai dengan urutan penemuan unit tersebut, bukan menurut cara kerjanya
- Komponen C3 mempunyai fungsi sangat penting pada aktivasi komplemen, baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Konsentrasi C3 jauh lebih besar dibandingkan dengan fraksi lainnya, hal ini menempatkan C3 pada kedudukan yang penting dalam pengukuran kadar komplemen di dalam serum. Penurunan kadar C3 di dalam serum dapat dianggap menggambarkan keadaan konsentrasi komplemen yang menurun. Juga penurunan kadar C3 saja dapat dipakai sebagai gambaran adanya aktivasi pada sistem komplemen.
B.
FUNGSI KOMPLEMEN
Fungsi Komplemen :
- Mencerna sel, bakteri, dan virus
- Opsonisasi, yaitu memicu fagositosis antigen partikulat
- Mengikat reseptor komplemen spesifik pada sel pada sistem kekebalan, memicu fungsi sel spesifik, inflamasi, dan beberapa molekul imunoregulator
- Pembersihan imun, yaitu memindahkan sisa-sisa bahan imunitas dari sistem kekebalan dan menimbunnya di limpa dan hati
Protein dan glikoprotein yang merupakan penyusun dari sistem
komplemen disintesis di hepatosit hati. Namun, sejumlah besar sistem penyusun
sistem komplemen juga diproduksi di jaringan makrofaga, monosit dalam darah,
dan sel epitel dari saluran kelamin dan pencernaan.
Sistem komplemen memiliki kemungkinan untuk memberi kerusakan
parah kepada jaringan milik sendiri, yang berarti bahwa aktivasi sistem
komplemen harus dilakukan dengan tepat. Sistem komplemen diatur oleh protein
kontrol komplemen, yang terdapat di dalam plasma darah dalam konsentrasi yang
lebih besar dari pada protein komplemen itu sendiri. Beberapa protein kontrol
komplemen berada di membran sel untuk mencegah penyerangan oleh sistem
komplemen.
Protein komplemen di dalam serum darah merupakan prekursor
enzim yang disebut zimogen. Zimogen pertama kali ditemukan pada saluran
pencernaan, sebuah protease yang disebut pepsinogen dan bersifat proteolitik.
Pepsinogen dapat teriris sendiri menjadi pepsin saat terstimulasi derajat
keasaman pada lambung.
Protein
hasil irisan zimogen berguna bagi:




Mediator peradangan seperti mastosit untuk memicu
proses degranulasi antibodi IgE. melalui lintasan yang disebut:




C.
AKTIVITAS
KOMPLEMEN
Sistem komplemen dapat dibagi dalam
tiga jalur utama.
Jalur klasik terutama diinisiasi
oleh pengikatan C1q terhadap antigen-antibodi kompleks, sedangkan jalur lektin dipicu
oleh pengikatan mannose-binding lectin (MBL) atau ficolins untuk glikosilasi
permukaan pada dinding sel mikroba. Kedua jalur mengarah pada pembentukan
convertase C3 umum, sebuah kompleks enzim tripsin dengan serin seperti
spesifisitas proteinase.
Jalur alternatif dipicu oleh
hidrolisis spontan ikatan thioester internal C3, yang mengarah pada pembentukan
C3i (molekul yang fungsinya serupa dengan C3b). Aktivasi dimulai ketika C3b
(C3i) berikatan dengan dinding permukaan dan komponen lain mikroba. Protein
jalur alternatif, Factor B, kemudian menyatu dengan sel-terikat C3b membentuk
C3bB. Faktor D kemudian membelah Faktor B menjadi Bb dan Ba, membentuk C3BbBb.
Protein serum dinamakan properdin kemudian berikatan dengan Bb membentuk C3BbP
yang berfungsi sebagai C3 convertase yang berkemampuan secara enximatik memecah
ratusan molekul C3 menjadi C3a dan C3b.
Beberapa C3b kemudian berikatan
dengan beberapa C3bBb membentuk C3bBb3b, suatu C5 convertase yang mampu memecah C5 menjadi C5a dan C5b.
C3 convertases dihasilkan oleh semua
jalur mampu memotong C3 menjadi C3a dan C3b, keduanya membentuk convertase
tambahan, sehingga terjadi respon penguatan komplemen yang cepat. C3b
berkontribusi vital terhadap pembersihan patogen oleh fagosit (makrofag dan
neutrofil) dan merupakan komponen utama dari C5 convertase, yang pada gilirannya memotong C5 menjadi C5a dan
C5b.
C3a beraksi anaphylatoxins pada sel
mast dan memediasi rilis histamin yang beraksi pada pembuluh darah. C5a memediasi respon inflamasi. C5b kemudian mengambil peran dalam
pembentukan terminal C5b-9 complemen
kompleks (TCC), akhirnya adalah lisis sel.
Aktivitas
biologis dari aktivasi komplemen :
1. Mendorong inflamasi
C5a adalah protein komplemen yang
paling poten dalam hal memicu inflamasi. Inflamasi adalah proses dimana
pembuluh darah mengalami dilatasi dan menjadi lebih permeabel. Sehingga
memungkinkan sel imun tubuh dan senyawa imun meninggalkan darah dan memasuki
jaringan. C5a menyebabkan sel mast melepaskan vasodilator seperti histamin
sehingga pembuluh darah menjadi lebih permeabel dan meningkatkan ekspresi
molekul adhesi pada leukosit dan endotelium vaskuler sehingga leukosit dapat
“mengucilkan” pembuluh darah dan memasuki jaringan (diapedesis/ekstravasasi).
Hal ini menyebabkan neutrofil merilis radikal oksigen toksik (ROS/NOS) untuk
pembunuhan ekstraseluler dan menginduksi demam. Protein yang lebih lemah adalah
C3a dan C4a, keduanya juga memicu inflamasi.
2. Secara kemotaktik menarik fagosit
ke lokasi infeksi
C5a juga berfungsi sebagai kemoatraktan
untuk fagosit. Fagosit akan bergerak menuju peningkatan konsentrasi C5a dan
kemudian menempel, melalui reseptor CR1 mereka ke molekul C3b yang menempel
pada antigen.
3. Mempromosikan penempelan antigen
ke fagosit (penguatan penempelan atau opsonisasi)
C3b dan pada tingkat lebih rendah,
C4b dapat berfungsi sebagai opsonin, yaitu mereka dapat menempelkan antigen
fagosit. Salah satu bagian dari C3b yang mengikat protein dan polisakarida pada
permukaan mikroba, sebagian lainnya menempel pada reseptor pada fagosit CR1,
limfosit B, dan sel dendritik untuk peningkatan fagositosis. Sebenarnya,
molekul C3b dapat mengikat cukup banyak protein atau polisakarida. Sel manusia
menghasilkan Faktor H yang mengikat C3b dan memungkinkan Faktor I untuk
men-nonaktifkan C3b tersebut. Di sisi lain, zat-zat seperti LPS pada sel
bakteri memfasilitasi pengikatan faktor B untuk C3b dan ini melindungi C3b dari
inaktivasi oleh Faktor I. Dengan cara ini, C3b tidak berinteraksi dengan
sel-sel kita sendiri tetapi mampu berinteraksi dengan mikroba sel. C3a dan C5a
meningkatkan ekspresi reseptor C3b pada fagosit dan meningkatkan aktivitas
metabolismenya.
4. Menyebabkan lisis bakteri gram
negatif dan sel manusia yang mempresentasikan epitop asing
C5-9 (TCC), berfungsi sebagai Membrane
Attack Complex (MAC) yang membantu menghancurkan bakteri gram negatif serta sel
tubuh yang mempresentasikan antigen asing (sel yang terinfeksi virus, sel
tumor, dll). Hal ini juga dapat merusak evelope dari virus.
5. Menyediakan sinyal kedua untuk
mengaktifkan limfosit B naif
Beberapa C3b dikonversi menjadi C3d.
C3d mengikat reseptor CR2 pada limfosit B. Hal ini berfungsi sebagai sinyal
kedua untuk aktivasi limfosit B yang mana reseptor sel B berinteraksi dengan
antigen yang sesuai dengan mereka.
6. Membuang kompleks imun berbahaya
dalam tubuh
C3b dan pada tingkat yang lebih
rendah, C4b, membantu membuang kompleks imun dalam tubuh. C3b dan C4b menempel
pada kompleks imun pada reseptor CR1 di eritosit. Eritrosit kemudian
mengirimkan kompleks pada makrofag tetap dalam limfa dan hati untuk
dihancurkan. Kompleks imun dapat memicu bahaya pada hipersensitivitas tipe III.
D.
AKTIVASI KOMPLEMEN
Sistem komplemen dapat diaktifkan melalui dua jalur, yaitu
jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi tersebut melalui suatu proses
enzimatik yang terjadi secara berantai, berarti produk yang timbul pada satu
reaksi akan merupakan enzim untuk reaksi berikutnya. Caranya ialah dengan
dilepaskannya sebagian atau mengubah bangunan kompleks protein tersebut (pro
enzim) yang tidak aktif menjadi bentuk aktif (enzim). Satu molekul enzim yang
aktif mampu mengakibatkan banyak molekul komplemen berikutnya. Cara kerja
semacam ini disebut the one hit theory.
Secara garis besar aktivasi komplemen baik melalui jalur
klasik maupun jalur alternatif terdiri atas tiga mekanisme, a) pengenalan dan
pencetusan, b) penguatan (amplifikasi), dan c) pengakhiran kerja berantai dan terjadinya
lisis serta penghancuran membran sel (mekanisme terakhir ini seringkali juga
disebut kompleks serangan membran) .
Aktivasi jalur klasik dicetuskan dengan berikatannya C1 dan
kompleks ntigen-antibodi, sedangkan aktivasi jalur alternatif dimulai dengan
adanya ikatan antara C3b dengan berbagai zat aktivator seperti dinding sel
bakteri. Kedua jalur bertemu dan memacu terbentuknya jalur serangan membran
yang akan mengkibatkan lisisinya dinding sel antigen.

Seperti telah dibutkan diatas, aktivasi komplemen melalui
jalur klasik atau disebut pula jalur intrinsik, dibagi menjadi 3 tahap.
- Regulasi jalur klasik Regulasi jalur klasik terutama terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui aktivitas C1 inhibitor dan penghambatan C3 konvertase.
- Aktivitas C1 inhibitor. Aktivitas proteolitik C1 dihambat oleh C1 inhibitor (C1 INH). Sebagian besar C1 dalam peredaran darah terikat pada C1 INH. Ikatan antara C1 dengan kompleks antigen-antibodi akan melepaskan C1 dari hambatan C1 INH.
- Penghambatan C3 konvertase Pembentukan C3 konvertase dihambat oleh beberapa regulator.
C4 binding protein (C4bp) dan
reseptor komplemen tipe 1 (CR1) dapat berikatan dengan C4b sehingga mencegah
terbentuknya C4b2b (C3 konvertase). Disamping itu kedua reseptor ini bersama
dengan membrane cofaktor protein (MCP)
juga dapat meningkatkan potensi faktor I dalam merusak C4b.
Decay
accelerating faktor (DAF) dapat berikatan dengan C4b sehingga
mencegah terbentulmya C4b2b.

Aktivasi
jalur alternatif atau disebut pula jalur properdin, terjadi tanpa melalui tiga
reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1 ,C4 dan C2) dan juga tidak
memerlukan antibodi IgG dan IgM.
Pada
keadaan normal ikatan tioester pada C3 diaktifkan terus menerus dalam jumlah
yang sedikit baik melalui reaksi dengan H2O2 ataupun dengan sisa enzim
proteolitik yang terdapat sedikit di dalam plasma. Komplemen C3 dipecah menjadi
frclgmen C3a dan C3b. Fragmen C3b bersama dengan ion Mg++ dan faktor
B membentuk C3bB. Fragmen C3bB diaktifkan oleh faktor D menjadi C3bBb yang
aktif (C3 konvertase). Pada keadaan normal reaksi ini berjalan terus dalam
jumlah kecil sehingga tidak terjadi aktivasi komplemen selanjutnya. Lagi pula
C3b dapat diinaktivasi oleh faktor H dan faktor I menjadi iC3b, dan selanjutnya
dengan pengaruh tripsin zat yang sudah tidak aktif ini dapat dilarutkan
dalam plasma.
Tetapi bila pada suatu saat ada bahan atau zat yang dapat
mengikat dan melindurlgi C3b dan menstabilkan C3bBb sehingga jumlahnya menjadi
banyak, maka C3b yang terbentuk dari pemecahan C3 menjadi banyak pula, dan
terjadilah aktivasi komplemen selanjutnya. Bahan atau zat tersebut dapat berupa
mikroorganisme, polisakarida (endotoksin, zimosan), dan bisa ular. Aktivasi
komplemen melalui cara ini dinamakan aktivasi jalur alternatif. Antibodi yang
tidak dapat mengaktivasi jalur klasik misalnya IgG4, IgA2 dan IgE juga dapat
mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif.
Jalur alternatif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b
menempel pada sel sasaran. Dengan menempelnya C3b pada permukaan sel sasaran
tersebut, maka aktivasi jalur alternatif dimulai; enzim pada permukaan C3Bb
akan lebih diaktifkan, untuk selanjutnya akan mengaktifkan C3 dalam jumlah yang
besar dan akan menghasilkan C3a dan C3b dalam jumlah yang besar pula. Pada
reaksi awal ini suatu protein lain, properdin dapat ikut beraksi menstabilkan
C3Bb; oleh karena itu seringkali jalur ini juga disebut sebagai jalur
properdin. Juga oleh proses aktivasi ini C3b akan terlindungi dari proses
penghancuran oleh faktor H dan faktor I.
Tahap akhir jalur alternatif adalah aktivasi yang terjadi
setelah lingkaran aktivasi C3. C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan
berikatan pada permukaan membran sel. Komplemen C5 akan berikatan dengan C3b
yang berada pada permukaan membran sel dan selanjutnya oleh fragmen C3bBb yang
aktif akan dipecah menjadi C5a dan C5b. Reaksi selanjutnya seperti yang terjadi
pada jalur altematif (kompleks serangan membran).
E. FUNGSI BIOLOGIK PROTEIN KOMPLEMEN
Fungsi
sistem komplemen pada pertahanan tubuh dapat dibagi dalam dua golongan besar,
1) lisis sel sasaran oleh kompleks serangan membran, dan 2) sifat biologik
aktif fragmen yang terbentuk selama aktivasi.


a. Opsonisasi dan peningkatan fungsi fagositosis
Fagositosis yang diperkuat oleh proses opsonisasi C3b dan
iC3b mungkin merupakan mekanisme pertahanan utama terhadap infeksi bakteri dan
jamur secara sistemik Fagositosis ini juga lebih meningkat bilamana bakteri
disamping berikatan dengan komplemen juga berikatan dengan antibodi IgG atau
IgM. Melekatnya antibodi dan fragmen komplemen pada reseptor spesifik yang
terdapat pada sel fagosit tidak hanya menyebabkan opsonisasi, tetapi juga
memacu untuk terjadinya fagositosis.
b. Anafilaksis dan kemotaksis
C3a, C4a dan C5a disebut anafilatoksin oleh karena dapat
memacu sel mast dan sel basofil untuk melepaskan mediator kimia yang dapat
meningkatkan permeabilitas dan kontraksi otot polos vaskular. Reseptor C3a dan
C4a terdapat pada permukaan sel mast, sel basofil, otot polos dan limfosit.
Reseptor C5a terdapat pada permukaan sel mast, basofil, netrofil, monosit,
makrofag, dan sel endotelium.
Melekatnya anafilatoksin pada reseptor yang terdapat pada
otot polos menyebabkan kontraksi otot polos tersebut. Untuk mekanisme ini C5a
adalah yang paling poten dan C4a adalah yang paling lemah.
C5a juga mempunyai sifat yang tidak dimiliki oleh C3a dan
C4a; oleh karena C5a juga mempunyai reseptor yang spesifik pada permukaan
sel-sel fagosit maka C5a dapat menarik sel-sel fagosit tersebut bergerak ke
tempat mikroorganisme, benda asing atau jaringan yang rusak; proses ini disebut
kemotaksis. Juga setelah melekat C5a dapat merangsang metabolisme oksidatif
dari sel fagosit tersebut sehingga dapat meningkatkan daya untuk memusnahkan
mikroorganisme atau benda asing tersebut
c. Proses peradangan
Kombinasi dari semua fungsi yang tersebut diatas
mengakibatkan terkumpulnya sel-sel dan serum protein yang diperlukan untuk
terjadinya proses dalam rangka memusnahkan mikroorganisme atau benda asing
tersebut; proses ini disebut peradangan.
d. Pelarutan dan eliminasi kompleks imun
Kompleks imun dalam jumlah kecil selalu terbentuk dalam
sirkulasi, dan dapat meningkat secara dramatis bilamana terdapat peningkatan
antigen. Kompleks imun ini bilamana berlebihan dapat membahayakan oleh karena
dapat mengendap pada dinding pembuluh darah, mengaktivasi komplemen dan
menimbulkan kerusakan jaringan. Pembentukan kompleks imun bilamana berlebihan,
tidak hanya membutuhkan Fab dari imunoglobulin tetapi juga interaksi dengan Fc.
Oleh karena itu pengikatan komplemen pada Fc immunoglobulin suatu kompleks imun
dapat membuat ikatan antigen-antibodi yang sudah terbentuk menjadi lemah.
F.
REGULASI
Aktivasi komplemen dikontrol melalui tiga mekanisme utama,
yaitu 1) komponen komplemen yang sudah diaktifkan biasanya ada dalam bentuk
yang tidak stabil sehingga bila tidak berikatan dengan komplemen berikutnya
akan rusak, 2) adanya beberapa inhibitor yang spesifik misalnya C1 esterase
inhibitor, faktor I dan faktor H, 3) pada permukaan membran sel terdapat
protein yang dapat merusak fragmen komplemen yang melekat.
Regulasi jalur klasik Regulasi jalur klasik
terutama terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui aktivitas C1 inhibitor dan
penghambatan C3 konvertase.
- Aktivitas C1 inhibitor Aktivitas proteolitik C1 dihambat oleh C1 inhibitor (C1 INH). Sebagian besar C1 dalam peredaran darah terikat pada C1 INH. Ikatan antara C1 dengan kompleks antigen-antibodi akan melepaskan C1 dari hambatan C1 INH.
- Penghambatan C3 konvertase Pembentukan C3 konvertase dihambat oleh beberapa regulator.
C4 binding protein (C4bp) dan
reseptor komplemen tipe 1 (CR1) dapat berikatan dengan C4b sehingga mencegah
terbentuknya C4b2b (C3 konvertase). Disamping itu kedua reseptor ini bersama
dengan membrane cofaktor protein (MCP)
juga dapat meningkatkan potensi faktor I dalam merusak C4b. Decay
accelerating faktor (DAF) dapat berikatan dengan C4b sehingga
mencegah terbentulmya C4b2b.
Regulasi jalur alternatif
Jalur altematif juga di regulasi pada berbagai fase oleh beberapa
protein dalam sirkulasi maupun yang terdapat pada permukaan membran. Faktor H
berkompetisi dengan faktor B dan Bb untuk berikatan dengan C3b. Juga CR1 dan
DAF dapat berikatan dengan C3b sehingga berkompetisi dengan faktor B. Dengan
adanya hambatan ini maka pembentukan C3 konvertase juga dapat dihambat. Faktor
I, menghambat pembentukan C3bBb; dalam fungsinya ini faktor I dibantu oleh
kofaktor H, CR1 dan MCP. Faktor I memecah C3b dan yang tertinggal melekat pada
permukaan sel adalah inaktif C3b (iC3b), yang tidak dapat membentuk C3
konvertase, selanjutnya iC3b dipecah menjadi C3dg dan terakhir menjadi C3d.
G. PENYAKIT DALAM SISTEM KOMPLEMEN
Penyakit pada manusia yang berkaitan dengan sistem komplemen
dapat terjadi oleh karena dua keadaan. Pertama adalah adanya defisiensi dari
salah satu protein komplemen atau protein regulator. Kedua, suatu sistem
komplemen yang normal diaktifkan oleh stimulus yang tidak normal seperti
mikroorganisme yang persisten atau suatu reaksi autoimun.




DAFTAR PUSAKA
Brown EJ, Joiner KA, Frank MM.
Complement. In fundamental immunology. 3rd edition. New York: Raven
Press, l985; 645-68.
Frank MM. Complement and kinin.
In Stites DP, Terr AI. Basic and clinical immunology; 7th edition .
NorwaIk: Appleton & Lange, 1991; 161-74.
Karnen Garna Baratawidjaja Iris
Rengganis IMUNOLOGI DASAR edisi
kesepuluh. FKUI : Jakarta
Rother RP, Rollins SA, Mojcik CF,
Brodsky RA, Bell L. Discovery and development of the complement inhibitor
eculizumab for the treatment of paroxysmal nocturnal hemoglobinuria. Nat Biotechnol. 2007
Komentar
Posting Komentar