Langsung ke konten utama


TUGAS IMUNOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

KOMPLEMEN

                                                                     OLEH :

   NAMA                       : ESNI
                        STAMBUK                : 150 2012 0104
                        KELAS                      : 3.3
                        DOSEN                      : ANDI EMELDA S.SI. M.SI

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013


A.    PENDAHULUAN
Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah yang bereaksi berjenjang sebagai enzim untuk membantu sistem kekebalan selulardan sistem kekebalan humoraluntuk melindungi tubuh dari infeksi. Protein komplemen tidak secara khusus bereaksi terhadap antigen tertentu, dan segera teraktivasi pada proses infeksi awal dari patogen. Oleh karena itu sistem komplemen dianggap merupakan bagian dari sistem kekebalan turunan. Walaupun demikian, beberapa antibodi dapat memicu beberapa protein komplemen, sehingga aktivasi sistem komplemen juga merupakan bagian dari sistem kekebalan humoral. Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan normal komplemen beredar di sirkulasi. darah dalam keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak tergantung satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi sistem komplemen menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan berbagai substansi biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen. Aktivasi sistem komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat endapan kompleks antigen-antibodi pada jaringan berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan penyakit.
*      Komplemen
  1. Unsur pokok sistem komplemen diwujudkan oleh sekumpulan komponen protein yang terdapat di dalam serum. Protein-protein ini dapat dibagi menjadi protein fungsional yang menggambarkan elemen dari berbagai jalur, dan protein pengatur yang menunjukkan fungsi pengendalian.
  2. Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan juga oleh sel fagosit mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah. Komplemen C l juga dapat di sintesis oleh sel epitel lain diluar hepar. Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit mononuklear terutama akan disintesis ditempat dan waktu terjadinya aktivasi.
  3. Sebagian dari komponen protein komplemen diberi nama dengan huruf C: Clq, Clr, CIs, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9 berurutan sesuai dengan urutan penemuan unit tersebut, bukan menurut cara kerjanya
  4. Komponen C3 mempunyai fungsi sangat penting pada aktivasi komplemen, baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Konsentrasi C3 jauh lebih besar dibandingkan dengan fraksi lainnya, hal ini menempatkan C3 pada kedudukan yang penting dalam pengukuran kadar komplemen di dalam serum. Penurunan kadar C3 di dalam serum dapat dianggap menggambarkan keadaan konsentrasi komplemen yang menurun. Juga penurunan kadar C3 saja dapat dipakai sebagai gambaran adanya aktivasi pada sistem komplemen.
B.     FUNGSI KOMPLEMEN

Fungsi Komplemen :

  1. Mencerna sel, bakteri, dan virus
  2. Opsonisasi, yaitu memicu fagositosis antigen partikulat
  3. Mengikat reseptor komplemen spesifik pada sel pada sistem kekebalan, memicu fungsi sel spesifik, inflamasi, dan beberapa molekul imunoregulator
  4. Pembersihan imun, yaitu memindahkan sisa-sisa bahan imunitas dari sistem kekebalan dan menimbunnya di limpa dan hati
Protein dan glikoprotein yang merupakan penyusun dari sistem komplemen disintesis di hepatosit hati. Namun, sejumlah besar sistem penyusun sistem komplemen juga diproduksi di jaringan makrofaga, monosit dalam darah, dan sel epitel dari saluran kelamin dan pencernaan.
Sistem komplemen memiliki kemungkinan untuk memberi kerusakan parah kepada jaringan milik sendiri, yang berarti bahwa aktivasi sistem komplemen harus dilakukan dengan tepat. Sistem komplemen diatur oleh protein kontrol komplemen, yang terdapat di dalam plasma darah dalam konsentrasi yang lebih besar dari pada protein komplemen itu sendiri. Beberapa protein kontrol komplemen berada di membran sel untuk mencegah penyerangan oleh sistem komplemen.
Protein komplemen di dalam serum darah merupakan prekursor enzim yang disebut zimogen. Zimogen pertama kali ditemukan pada saluran pencernaan, sebuah protease yang disebut pepsinogen dan bersifat proteolitik. Pepsinogen dapat teriris sendiri menjadi pepsin saat terstimulasi derajat keasaman pada lambung.
Protein hasil irisan zimogen berguna bagi:
*      peningkatan respon antibodi dan memori imunologis
*       proses lisis
*       pembersihan kompleks imun dan sel apoptotik
*       proses kemotaksis
Mediator peradangan seperti mastosit untuk memicu proses degranulasi antibodi IgE. melalui lintasan yang disebut:
*       Lintasan klasik : C1qrs, C2, C3, C4, C1-INH, C4-BP
*       Lintasan MBL : MBL, MASP, MASP2
*       Lintasan alternatif : C3, Faktor B, Faktor D, Properdin, Faktor I, Faktor H, Faktor DA, CR1
*       Lintasan litik : C5, C6, C7, C8, C9, Protein
C.     AKTIVITAS KOMPLEMEN
Sistem komplemen dapat dibagi dalam tiga jalur utama.
Jalur klasik terutama diinisiasi oleh pengikatan C1q terhadap antigen-antibodi kompleks, sedangkan jalur lektin dipicu oleh pengikatan mannose-binding lectin (MBL) atau ficolins untuk glikosilasi permukaan pada dinding sel mikroba. Kedua jalur mengarah pada pembentukan convertase C3 umum, sebuah kompleks enzim tripsin dengan serin seperti spesifisitas proteinase.
Jalur alternatif dipicu oleh hidrolisis spontan ikatan thioester internal C3, yang mengarah pada pembentukan C3i (molekul yang fungsinya serupa dengan C3b). Aktivasi dimulai ketika C3b (C3i) berikatan dengan dinding permukaan dan komponen lain mikroba. Protein jalur alternatif, Factor B, kemudian menyatu dengan sel-terikat C3b membentuk C3bB. Faktor D kemudian membelah Faktor B menjadi Bb dan Ba, membentuk C3BbBb. Protein serum dinamakan properdin kemudian berikatan dengan Bb membentuk C3BbP yang berfungsi sebagai C3 convertase yang berkemampuan secara enximatik memecah ratusan molekul C3 menjadi C3a dan C3b.
Beberapa C3b kemudian berikatan dengan beberapa C3bBb membentuk C3bBb3b, suatu C5 convertase yang mampu memecah C5 menjadi C5a dan C5b.
C3 convertases dihasilkan oleh semua jalur mampu memotong C3 menjadi C3a dan C3b, keduanya membentuk convertase tambahan, sehingga terjadi respon penguatan komplemen yang cepat. C3b berkontribusi vital terhadap pembersihan patogen oleh fagosit (makrofag dan neutrofil) dan merupakan komponen utama dari C5 convertase, yang pada gilirannya memotong C5 menjadi C5a dan C5b.
C3a beraksi anaphylatoxins pada sel mast dan memediasi rilis histamin yang beraksi pada pembuluh darah. C5a memediasi respon inflamasi. C5b kemudian mengambil peran dalam pembentukan terminal C5b-9 complemen kompleks (TCC), akhirnya adalah lisis sel.
Aktivitas biologis dari aktivasi komplemen :
1. Mendorong inflamasi
C5a adalah protein komplemen yang paling poten dalam hal memicu inflamasi. Inflamasi adalah proses dimana pembuluh darah mengalami dilatasi dan menjadi lebih permeabel. Sehingga memungkinkan sel imun tubuh dan senyawa imun meninggalkan darah dan memasuki jaringan. C5a menyebabkan sel mast melepaskan vasodilator seperti histamin sehingga pembuluh darah menjadi lebih permeabel dan meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada leukosit dan endotelium vaskuler sehingga leukosit dapat “mengucilkan” pembuluh darah dan memasuki jaringan (diapedesis/ekstravasasi). Hal ini menyebabkan neutrofil merilis radikal oksigen toksik (ROS/NOS) untuk pembunuhan ekstraseluler dan menginduksi demam. Protein yang lebih lemah adalah C3a dan C4a, keduanya juga memicu inflamasi.
2. Secara kemotaktik menarik fagosit ke lokasi infeksi
C5a juga berfungsi sebagai kemoatraktan untuk fagosit. Fagosit akan bergerak menuju peningkatan konsentrasi C5a dan kemudian menempel, melalui reseptor CR1 mereka ke molekul C3b yang menempel pada antigen.
3. Mempromosikan penempelan antigen ke fagosit (penguatan penempelan atau opsonisasi)
C3b dan pada tingkat lebih rendah, C4b dapat berfungsi sebagai opsonin, yaitu mereka dapat menempelkan antigen fagosit. Salah satu bagian dari C3b yang mengikat protein dan polisakarida pada permukaan mikroba, sebagian lainnya menempel pada reseptor pada fagosit CR1, limfosit B, dan sel dendritik untuk peningkatan fagositosis. Sebenarnya, molekul C3b dapat mengikat cukup banyak protein atau polisakarida. Sel manusia menghasilkan Faktor H yang mengikat C3b dan memungkinkan Faktor I untuk men-nonaktifkan C3b tersebut. Di sisi lain, zat-zat seperti LPS pada sel bakteri memfasilitasi pengikatan faktor B untuk C3b dan ini melindungi C3b dari inaktivasi oleh Faktor I. Dengan cara ini, C3b tidak berinteraksi dengan sel-sel kita sendiri tetapi mampu berinteraksi dengan mikroba sel. C3a dan C5a meningkatkan ekspresi reseptor C3b pada fagosit dan meningkatkan aktivitas metabolismenya.
4. Menyebabkan lisis bakteri gram negatif dan sel manusia yang mempresentasikan epitop asing
C5-9 (TCC), berfungsi sebagai Membrane Attack Complex (MAC) yang membantu menghancurkan bakteri gram negatif serta sel tubuh yang mempresentasikan antigen asing (sel yang terinfeksi virus, sel tumor, dll). Hal ini juga dapat merusak evelope dari virus.
5. Menyediakan sinyal kedua untuk mengaktifkan limfosit B naif
Beberapa C3b dikonversi menjadi C3d. C3d mengikat reseptor CR2 pada limfosit B. Hal ini berfungsi sebagai sinyal kedua untuk aktivasi limfosit B yang mana reseptor sel B berinteraksi dengan antigen yang sesuai dengan mereka.
6. Membuang kompleks imun berbahaya dalam tubuh
C3b dan pada tingkat yang lebih rendah, C4b, membantu membuang kompleks imun dalam tubuh. C3b dan C4b menempel pada kompleks imun pada reseptor CR1 di eritosit. Eritrosit kemudian mengirimkan kompleks pada makrofag tetap dalam limfa dan hati untuk dihancurkan. Kompleks imun dapat memicu bahaya pada hipersensitivitas tipe III.
D.    AKTIVASI KOMPLEMEN
Sistem komplemen dapat diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi tersebut melalui suatu proses enzimatik yang terjadi secara berantai, berarti produk yang timbul pada satu reaksi akan merupakan enzim untuk reaksi berikutnya. Caranya ialah dengan dilepaskannya sebagian atau mengubah bangunan kompleks protein tersebut (pro enzim) yang tidak aktif menjadi bentuk aktif (enzim). Satu molekul enzim yang aktif mampu mengakibatkan banyak molekul komplemen berikutnya. Cara kerja semacam ini disebut the one hit theory.
Secara garis besar aktivasi komplemen baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif terdiri atas tiga mekanisme, a) pengenalan dan pencetusan, b) penguatan (amplifikasi), dan c) pengakhiran kerja berantai dan terjadinya lisis serta penghancuran membran sel (mekanisme terakhir ini seringkali juga disebut kompleks serangan membran) .
Aktivasi jalur klasik dicetuskan dengan berikatannya C1 dan kompleks ntigen-antibodi, sedangkan aktivasi jalur alternatif dimulai dengan adanya ikatan antara C3b dengan berbagai zat aktivator seperti dinding sel bakteri. Kedua jalur bertemu dan memacu terbentuknya jalur serangan membran yang akan mengkibatkan lisisinya dinding sel antigen.
*      Aktivasi komplemen jalur klasik
Seperti telah dibutkan diatas, aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau disebut pula jalur intrinsik, dibagi menjadi 3 tahap.
  1. Regulasi jalur klasik Regulasi jalur klasik terutama terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui aktivitas C1 inhibitor dan penghambatan C3 konvertase.
  2. Aktivitas C1 inhibitor. Aktivitas proteolitik C1 dihambat oleh C1 inhibitor (C1 INH). Sebagian besar C1 dalam peredaran darah terikat pada C1 INH. Ikatan antara C1 dengan kompleks antigen-antibodi akan melepaskan C1 dari hambatan C1 INH.
  3. Penghambatan C3 konvertase Pembentukan C3 konvertase dihambat oleh beberapa regulator.
C4 binding protein (C4bp) dan reseptor komplemen tipe 1 (CR1) dapat berikatan dengan C4b sehingga mencegah terbentuknya C4b2b (C3 konvertase). Disamping itu kedua reseptor ini bersama dengan membrane cofaktor protein (MCP) juga dapat meningkatkan potensi faktor I dalam merusak C4b.
Decay accelerating faktor (DAF) dapat berikatan dengan C4b sehingga mencegah terbentulmya C4b2b.
*      Aktivasi komplemen jalur alternatif
Aktivasi jalur alternatif atau disebut pula jalur properdin, terjadi tanpa melalui tiga reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1 ,C4 dan C2) dan juga tidak memerlukan antibodi IgG dan IgM.
Pada keadaan normal ikatan tioester pada C3 diaktifkan terus menerus dalam jumlah yang sedikit baik melalui reaksi dengan H2O2 ataupun dengan sisa enzim proteolitik yang terdapat sedikit di dalam plasma. Komplemen C3 dipecah menjadi frclgmen C3a dan C3b. Fragmen C3b bersama dengan ion Mg++ dan faktor B membentuk C3bB. Fragmen C3bB diaktifkan oleh faktor D menjadi C3bBb yang aktif (C3 konvertase). Pada keadaan normal reaksi ini berjalan terus dalam jumlah kecil sehingga tidak terjadi aktivasi komplemen selanjutnya. Lagi pula C3b dapat diinaktivasi oleh faktor H dan faktor I menjadi iC3b, dan selanjutnya dengan pengaruh tripsin zat yang sudah tidak aktif ini dapat dilarutkan  dalam plasma.
Tetapi bila pada suatu saat ada bahan atau zat yang dapat mengikat dan melindurlgi C3b dan menstabilkan C3bBb sehingga jumlahnya menjadi banyak, maka C3b yang terbentuk dari pemecahan C3 menjadi banyak pula, dan terjadilah aktivasi komplemen selanjutnya. Bahan atau zat tersebut dapat berupa mikroorganisme, polisakarida (endotoksin, zimosan), dan bisa ular. Aktivasi komplemen melalui cara ini dinamakan aktivasi jalur alternatif. Antibodi yang tidak dapat mengaktivasi jalur klasik misalnya IgG4, IgA2 dan IgE juga dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif.
Jalur alternatif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b menempel pada sel sasaran. Dengan menempelnya C3b pada permukaan sel sasaran tersebut, maka aktivasi jalur alternatif dimulai; enzim pada permukaan C3Bb akan lebih diaktifkan, untuk selanjutnya akan mengaktifkan C3 dalam jumlah yang besar dan akan menghasilkan C3a dan C3b dalam jumlah yang besar pula. Pada reaksi awal ini suatu protein lain, properdin dapat ikut beraksi menstabilkan C3Bb; oleh karena itu seringkali jalur ini juga disebut sebagai jalur properdin. Juga oleh proses aktivasi ini C3b akan terlindungi dari proses penghancuran oleh faktor H dan faktor I.
Tahap akhir jalur alternatif adalah aktivasi yang terjadi setelah lingkaran aktivasi C3. C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan berikatan pada permukaan membran sel. Komplemen C5 akan berikatan dengan C3b yang berada pada permukaan membran sel dan selanjutnya oleh fragmen C3bBb yang aktif akan dipecah menjadi C5a dan C5b. Reaksi selanjutnya seperti yang terjadi pada jalur altematif (kompleks serangan membran).
E. FUNGSI BIOLOGIK PROTEIN KOMPLEMEN
Fungsi sistem komplemen pada pertahanan tubuh dapat dibagi dalam dua golongan besar, 1) lisis sel sasaran oleh kompleks serangan membran, dan 2) sifat biologik aktif fragmen yang terbentuk selama aktivasi.
*      Sitolisis Pada aktivasi sitolisis ini (kompleks serangan membran) yang berfungsi adalah C5-C9. Mekanisme ini sangat penting bagi pertahanan tubuh melawan mikrooorganisme. Proses lisis ini dapat melalui jalur alternatif maupun jalur klasik.
*      Sifat biologik aktif :
a. Opsonisasi dan peningkatan fungsi fagositosis
Fagositosis yang diperkuat oleh proses opsonisasi C3b dan iC3b mungkin merupakan mekanisme pertahanan utama terhadap infeksi bakteri dan jamur secara sistemik Fagositosis ini juga lebih meningkat bilamana bakteri disamping berikatan dengan komplemen juga berikatan dengan antibodi IgG atau IgM. Melekatnya antibodi dan fragmen komplemen pada reseptor spesifik yang terdapat pada sel fagosit tidak hanya menyebabkan opsonisasi, tetapi juga memacu untuk terjadinya fagositosis.
b. Anafilaksis dan kemotaksis
C3a, C4a dan C5a disebut anafilatoksin oleh karena dapat memacu sel mast dan sel basofil untuk melepaskan mediator kimia yang dapat meningkatkan permeabilitas dan kontraksi otot polos vaskular. Reseptor C3a dan C4a terdapat pada permukaan sel mast, sel basofil, otot polos dan limfosit. Reseptor C5a terdapat pada permukaan sel mast, basofil, netrofil, monosit, makrofag, dan sel endotelium.
Melekatnya anafilatoksin pada reseptor yang terdapat pada otot polos menyebabkan kontraksi otot polos tersebut. Untuk mekanisme ini C5a adalah yang paling poten dan C4a adalah yang paling lemah.
C5a juga mempunyai sifat yang tidak dimiliki oleh C3a dan C4a; oleh karena C5a juga mempunyai reseptor yang spesifik pada permukaan sel-sel fagosit maka C5a dapat menarik sel-sel fagosit tersebut bergerak ke tempat mikroorganisme, benda asing atau jaringan yang rusak; proses ini disebut kemotaksis. Juga setelah melekat C5a dapat merangsang metabolisme oksidatif dari sel fagosit tersebut sehingga dapat meningkatkan daya untuk memusnahkan mikroorganisme atau benda asing tersebut
c. Proses peradangan
Kombinasi dari semua fungsi yang tersebut diatas mengakibatkan terkumpulnya sel-sel dan serum protein yang diperlukan untuk terjadinya proses dalam rangka memusnahkan mikroorganisme atau benda asing tersebut; proses ini disebut peradangan.
d. Pelarutan dan eliminasi kompleks imun
Kompleks imun dalam jumlah kecil selalu terbentuk dalam sirkulasi, dan dapat meningkat secara dramatis bilamana terdapat peningkatan antigen. Kompleks imun ini bilamana berlebihan dapat membahayakan oleh karena dapat mengendap pada dinding pembuluh darah, mengaktivasi komplemen dan menimbulkan kerusakan jaringan. Pembentukan kompleks imun bilamana berlebihan, tidak hanya membutuhkan Fab dari imunoglobulin tetapi juga interaksi dengan Fc. Oleh karena itu pengikatan komplemen pada Fc immunoglobulin suatu kompleks imun dapat membuat ikatan antigen-antibodi yang sudah terbentuk menjadi lemah.
F.      REGULASI
Aktivasi komplemen dikontrol melalui tiga mekanisme utama, yaitu 1) komponen komplemen yang sudah diaktifkan biasanya ada dalam bentuk yang tidak stabil sehingga bila tidak berikatan dengan komplemen berikutnya akan rusak, 2) adanya beberapa inhibitor yang spesifik misalnya C1 esterase inhibitor, faktor I dan faktor H, 3) pada permukaan membran sel terdapat protein yang dapat merusak fragmen komplemen yang melekat.
Regulasi jalur klasik Regulasi jalur klasik terutama terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui aktivitas C1 inhibitor dan penghambatan C3 konvertase.
  1. Aktivitas C1 inhibitor Aktivitas proteolitik C1 dihambat oleh C1 inhibitor (C1 INH). Sebagian besar C1 dalam peredaran darah terikat pada C1 INH. Ikatan antara C1 dengan kompleks antigen-antibodi akan melepaskan C1 dari hambatan C1 INH.
  2. Penghambatan C3 konvertase Pembentukan C3 konvertase dihambat oleh beberapa regulator.
C4 binding protein (C4bp) dan reseptor komplemen tipe 1 (CR1) dapat berikatan dengan C4b sehingga mencegah terbentuknya C4b2b (C3 konvertase). Disamping itu kedua reseptor ini bersama dengan membrane cofaktor protein (MCP) juga dapat meningkatkan potensi faktor I dalam merusak C4b. Decay accelerating faktor (DAF) dapat berikatan dengan C4b sehingga mencegah terbentulmya C4b2b.
Regulasi jalur alternatif
Jalur altematif juga di regulasi pada berbagai fase oleh beberapa protein dalam sirkulasi maupun yang terdapat pada permukaan membran. Faktor H berkompetisi dengan faktor B dan Bb untuk berikatan dengan C3b. Juga CR1 dan DAF dapat berikatan dengan C3b sehingga berkompetisi dengan faktor B. Dengan adanya hambatan ini maka pembentukan C3 konvertase juga dapat dihambat. Faktor I, menghambat pembentukan C3bBb; dalam fungsinya ini faktor I dibantu oleh kofaktor H, CR1 dan MCP. Faktor I memecah C3b dan yang tertinggal melekat pada permukaan sel adalah inaktif C3b (iC3b), yang tidak dapat membentuk C3 konvertase, selanjutnya iC3b dipecah menjadi C3dg dan terakhir menjadi C3d.

G.    PENYAKIT DALAM SISTEM KOMPLEMEN

Penyakit pada manusia yang berkaitan dengan sistem komplemen dapat terjadi oleh karena dua keadaan. Pertama adalah adanya defisiensi dari salah satu protein komplemen atau protein regulator. Kedua, suatu sistem komplemen yang normal diaktifkan oleh stimulus yang tidak normal seperti mikroorganisme yang persisten atau suatu reaksi autoimun.
*       Defisiensi protein regulator Pada beberapa keadaan dapat terjadi defisiensi protein regulator, baik yang larut maupun yang berikatan pada membran sel. Edema angioneurotik herediter (HANE) adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisiensi C l INH. Manifestasi klinis kelainan ini adalah edema pada muka, ekstremitas, mukosa laring, dan saluran cerna yang akan menghilang setelah 24 sampai 72 jam. Pada serangan berat disamping gangguan saluran cerna juga dapat terjadi obstruksi saluran nafas. Mediator yang berperan dalam kelainan ini adalah C3a, C4a, dan C5a yang bersifat sebagai anafiltoksin. Di samping itu oleh karena fungsi C l INH juga merupakan regulator kalikrein dan faktor XII, maka kemungkinan aktivasi faktor ini juga memegang peran. Defisiensi regulator jalur alternatif yang larut (faktor H dan I) sangat jarang terjadi. Akibat defisiensi ini C3 akan diaktifkan terus menerus. Pasien dengan antibodi ini sering menderita glomerulonefritis yang mungkin disebabkan oleh kurang adekwatnya pembersihan kompleks imun dari sirkulasi dan mengendap pada membran glomerulus ginjal.
*       Defisiensi genetik Defisiensi genetik fragmen jalur klasik dan alternatif meliputi C1q, C1r, C1s, C4, C2, C3, properdin, dan faktor D. Defisiensi fragmen awal dari jalur klasik biasanya berhubungan dengan penyakit autoimun seperti glomerulonefritis dan lupus eritematosus sistemik (LES). Yang terbanyak dijumpai pada manusia adalah defisiensi C2. Lebih dari seperdua dari pasien dengan defisiensi C2 dan C4 menderita LES. Pasien dengan defisiensi C2 dan C4 tidak menunjukkan kenaikan frekuensi terkena infeksi. Defisiensi C3 biasanya berhubungan dengan sering terjadinya infeksi bakteri piogen yang fatal. Hal ini mungkin menunjukkan pentingnya peran C3 pada opsonisasi, peningkatan fagositosis, dan penghancuran mikroorganisme. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kemungkinan fungsi utama dari jalur klasik adalah untuk eliminasi kompleks imun dan jalur altematif untuk eliminasi bakteri.
* Defisiensi komplemen Defisiensi dalam sistem komplemen dapat terjadi pada jalur klasik, altematif, kompleks serangan membran, atau pada protein regulator. Defisiensi ini dapat terjadi sejak lahir, atau didapat setelah lahir oleh karena terdapatnya mutasi gen.
*       Defisiensi fragmen kompleks serangan membran Defisiensi fragmen kompleks serangan membran yang mencakup C5, C6, C7, C8 dan C9 menyebabkan tidak terdapatnya kemampuan untuk melisis organisme asing. Tetapi kenyataan yang menarik pada pasien dengan defisiensi kompleks serangan membran, hanya mendapat infeksi sistemik yang berat dengan bakteri neiseria intraselular termasuk N. meningitidis dali N. gonorrhoeae. Tetapi oleh karena jumlah sampel pasiennya hanya sedikit, belum dapat disimpulkan bahwa kompleks serangan membran terutarna penting untuk pertahanan terhadap organisme tersebut.














DAFTAR PUSAKA

Brown EJ, Joiner KA, Frank MM. Complement. In fundamental immunology. 3rd edition. New York: Raven Press, l985; 645-68.
Frank MM. Complement and kinin. In Stites DP, Terr AI. Basic and clinical immunology; 7th edition . NorwaIk: Appleton & Lange, 1991; 161-74.
Karnen Garna Baratawidjaja Iris Rengganis IMUNOLOGI DASAR edisi kesepuluh. FKUI : Jakarta
Rother RP, Rollins SA, Mojcik CF, Brodsky RA, Bell L. Discovery and development of the complement inhibitor eculizumab for the treatment of paroxysmal nocturnal hemoglobinuria. Nat Biotechnol. 2007


Komentar

Postingan populer dari blog ini

_ Profesi Apoteker __

Dear All... Before we start all of this story... I just wanna say that " Buat kalian semua yang ingin atau akan bertanya seputar Apoteker Unpad, mohon untuk menanyakan rasa penasaran kalian ke mereka lulusan atau angkatan terbaru dikarenakan sistem yang selalu upgrade" (revisi,12/04/19).     :) Hey guys... Welcome to my simple blog My name is Esni La Tambuasa... Pepatah yang pastinya Reader udah pada sering dengar semua yaitu ‘tak kenal maka tak sayang’... so openingnya kita kenalan aja dulu.. #ea Well kali ini aq mw berbagi kisah perjuangan anak sulawesi yang merantau ke jawa buat ngelanjutin studinya... yah aq esni trendnya ezny lulusan S1 Farmasi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar angkatan 2012... moment ketika aq dpat gelar S.Farm yah setahun lalu tepatnya tgl 26 April 2016... fleshback kemasa lalu yh.. Reader jangan pda baper yah pas bahas tentang simple past... Jadi, masalah baru akan muncul berentetan ketika kita udah menyandang gelar bar...

Skenario Konseling Pasien ISK

SKENARIO KONSELING TAHAPAN CONTOH KALIMAT 1.       Pengenalan Assalamualaikum... Selamat siang Ibuu/Bpk, perkenalkan nama saya Esni saya apoteker di apotek ini. Boleh minta waktunya sebentar bu ± 5 menit saja. Saya akan menjelaskan tentang informasi penggunaan obat yang ibu dapatkan agar pengobatannya lebih efektif dan ibu cepat sembuh. 2.       Penilaian Awal/ Identifikasi Tujuan : Menilai pengetahuan pasien dan kebutuhan informasi yang harus dipenuhi Hal-hal yang perlu di perhatikan : o   Pasien baru/pasien lama o   Peresepan baru/ peresepan lama/ OTC o   Identitas pasien (ditebus oleh pasien atau keluarga pasien) Dalam memberikan konseling, sebaiknya digunakan pertanyaan terbuka (pertanyaan yang membuat pasien memberikan penjelasan seputar penyakit ataupun obat yang digunakan). Jangan gunakan pertanyaan tertutup (pertanyaan yang ...

DEKLARASI HELSINKI & FASE III UJI KLINIS

FARMASI INDUSTRI Disusun oleh: Harianto 260112160503 Poppy Sarah J 260112160519 Maria selviana R 260112160535 Esni 260112160537 Ratna Fitria E 260112160577 Dhany Alghifari 260112160601 FAKULTAS FARMASI PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS PADJADJARAN 2017 I.               DEKLARASI HELSINKI A.       PENDAHULUAN 1.         World Medical Association (WMA) telah mengembangkan Deklarasi Helsinki sebagai pernyataan prinsip-prinsip etika untuk penelitian medis yang melibatkan subjek manusia , termasuk untuk memperoleh data identifikasi terhadap manusia. Deklarasi ini dimaksudkan sebagai rujukan secara keseluruhan dan masing-masing konstituen paragraf tidak harus diterapkan tanpa pertimbangan semua ayat-ayat relevan lainnya. 2.   ...