BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Suatu layanan kefarmasian merupakan suatu
bagian integral dalam pelayanan kesehatan yang juga merupakan suatu bentuk pelaksanaan praktik kefarmasian berdasarkan
Undang-undang No. 36 tahun 2009 mengenai Kesehatan. Dalam hal ini paradigma
pelayanan kefarmasian telah meluas dari pelayanan dan berorientasi pada obat (drug
oriented) menjadi pelayanan yang berorientasi pada pasien (patient
oriented) dengan tujuan yaitu meningkatkan kualitas hidup pasien melalui
pencapaian luaran klinik yang optimal.
Suatu penilaian luaran klinik pasien
diperlukan berbagai indikator yang meliputi: respons klinik pasien, pemeriksaan
fi sik, data laboratorium dan diagnostik (misalnya: imejing, elektrografi).
Pernyataan American Pharmacists Association 2008 yang mendukung peran
apoteker dalam keselamatan pasien antara lain perlunya apoteker mempunyai akses
data klinik pasien.
Pengukuran laboratorium rutin
dilakukan untuk memperoleh informasi yang berguna bagi dokter dan apoteker
dalam pengambilan keputusan klinik. Untuk mengambil keputusan klinik pada
proses terapi mulai dari pemilihan obat, penggunaan obat sampai pemantauan
efektivitas dan keamanan, apoteker memerlukan hasil pemeriksaan laboratorium.
Hasil pemeriksaan tersebut dibutuhkan sebagai pertimbangan dalam penggunaan obat,
penentuan dosis, hingga pemantauan keamanan obat.
SGOT merupakan suatu enzim yang
sebagian besar teradapat didalam otot jantung dan hati, sebagian lagi terdapat
atau ditemukan dalam otot rangka, ginjal dan pancreas. Sekresi enzim yang
terdapat didalam serum menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan jantung dan
hati.
SGPT merupakan suatu enzim yang
terdapat terutama pada sel-sel hepar, efektif dalam mendiagnosa adanya
kerusakan pada hepatoseluler.
Berdasarkan pertimbangan
pemeriksaan secara rutin tersebut maka dalam skala laboratorium dapat dilakukan
pemeriksaan serum dalam darah terhadap kadar SGPT dan SGOT dengan pengukuran
absorbansi blangko, sampel (serum) menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 365 nm.
1.2 Maksud Praktikum
Untuk
mengetahui dan memahami cara pemeriksaan SGPT
dan
SGOT serta menganalisis nilai
normal dari SGPT dan SGOT dalam serum.
1.3 Tujuan Praktikum
a. Melakukan
pemeriksaan SGPT dan SGOT dalam serum
b. Mengetahui
dan menentukan nilai normal SGPT dan SGOT dalam serum
c. Mendiagnosis
penyakit dan keadaan SGPT dan SGOT
dalam darah
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Lipid plasma yang utama yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan
asam lemak bebas tidak larut dalam cairan plasma. Agar lipid plasma dapat
diangkut dalam sirkulasi, maka susunan molekul lipid tersebut perlu
dimodifikasi, yaitu dalam bentuk lipoprotein yang bersifat larut dalam air. Dan
albumin merupakan suatu protein dengan berat molekul 65.000-69.000 Da yang
disintesis dalam hati dan merupakan komponen utama protein plasma yang
bertanggung jawab untuk ikatan obat reversibel (Gunawan, 2012).
Kolesterol
(Yun : chole = empedu, stereos =
padat) adalah zat alamiah dengan sifat fisik serupa lemak tetapi berumus
steroida, seperti banyak senyawa alamiah lainnya. Kolesterol merupakan bahan
bangun esensial bagi tubuh untuk sintesa zat-zat penting, seperti membrane sel
dan bahan isolasi sekitar serat saraf, begitu pula hormon kelamin dan anak
ginjal, vitamin D serta asam empedu. Kolesterol terdapat pula
dalam lemak hewani, kuning telur dan batu empedu (Tan, 2007).
Darah
terdiri dari sel darah merah (eritrosit),
sel darah putih (leukosit), dan pelat
darah (trombosit), yang tersuspensi
dalam plasma. Plasma terdiri untuk sebagian besar dari air dengan terlarut
dalamnya zat-zat elektrolit dan beberapa protein, yakni globulin alfa-,beta-,
gamma-), albumin dan factor pembekuan darah (Tan, 2007).
Albumin
adalah protein dengan berat molekul 65.000-69.000 Da yang disintesis dalam hati
dan merupakan komponen utama protein plasma yang bertanggung jawab untuk ikatan
obat reversible (Shargel, 2012).
Lipoprotein,
lipida darah terutama terdiri atas kolesterol, trigliserida (minyak), asam
lemak bebas dan fosfolipida, yang semuanya tidak dapat larut dalam darah
(>50% terdiri dari air) (Tan, 2007).
Lipoprotein
merupakan kompleks makromolekul dari lemak dan protein dan dikelompokkan
menurut densitas dan pemisahan pada ultrasentrifuse. Lipoprotein bertanggung
jawab terhadap transport lipid plasma ke liver dan bertanggung jawab untuk
ikatan obat jika site ikatan albumin jenuh (Shargel, 2012).
Oleh
karena itu lipida diangkut melalui plasma darah dalam inti partikel-partikel
yang memiliki kulit (shell) hidrofil
yang terdiri dari fosfolipida dan kolesterol bebas. Lapisan permukaan ini juga
terdiri dari apolipoprotein yang berfungsi sebagai “etiket” untuk reseptor-reseptor
sel. Senyaa kompleks dengan protein
transport ini disebut lipoprotein yang dapat bercampur baik dengan darah
(Tan, 2007).
Ada
beberapa jenis lipoprotein yang sesuai kandungan lipidnya umumnya dibagi dalam beberapa komponen sbb :
a. Chylomicron
Chylomicron yang terbentuk didinding usus
dari trigliserida dan kolesterol berasal dari makanan. Kemudian TG ini
dihidrolisa oleh lipoproteinlipase dan sisanya dieksresikan oleh hati (Tan, 2007)
Lipoprotein dengan berat molekul terbesar ini
lebih dari 80% komponennya terdiri dari trigliserida dan kurang dari 5%
kolesterol ester. Kilomikron membawa trigliserida dari makanan ke jaringan
lemak dan otot rangka, juga membawa kolesterol makanan ke hati trigliserida
dari kilomikro akan mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase (LPL),
sehingga diameter lipoprotein ini mengecil. Komponen lipid permukaan dan
apoprotein ditransfer ke HDL: kilomikron remnant mengalami endositosis lewat
reseptor di hepatosit. Kilomikronemia pasca makan (postprandial) mereda 8-10
jam sesudah makan. Adanya kilomikron dalam plasma sewaktu puasa, dianggap
abnormal (Gunawan, 2012).
b. VLDL
(Very Low Density Lipoprotein)
Dari hati bersama chylomicron mengangkut
sebagian besar TG dan asam lemak bebas ke jaringan otot dan
lemak. Berat jenis VLDL rendah sekali (Tan,
2007)
Lipoprotein ini terdiri dari 60% trigliserida
(endogen) dan 10-15% kolesterol. VLDL disekresi oleh hati untuk mengangkut
trigliserida ke jaringan perifer. Trigliserida VLDL dihidrolisis oleh LPL
menghasilkan asam lemak bebas untuk disimpan dalam jaringan adipose dan bahan
oksidasi di jantung dan otot skelet. Sebagian VLDL remnant akan diubah menjadi
LDL, sehingga dapat terjadi peningkatan LDL serum mengikuti penurunan
hipertrigliserida. Karena asam lemak bebas dan gliserol dapat disintesis dari
karbohidrat, maka makanan kaya karbohidrat akan meningkatkan jumlah VLDL (Gunawan, 2012).
c. LDL
(Low Destiny Lipoprotein)
Mengangkut sebagian besar (k.l. 70%)
kolesterol darah dari hati yang memiliki reseptor-reseptor LDL ke jaringan.
Proses penarikan LDL dari plasma melalui reseptor-reseptor ini merupakan
mekanisme utama dalam pengendalian level LDL. Dalam hal tertentu , oksi-LDL,
yakni kolesterol yang telah dioksidasi oleh radikal bebas, dapat mengendap pada
dinding pembuluh dan mengakibatkan atherosclerosis (Tan, 2007).
LDL merupakan fraksi lipoprotein dengan
densitas antara 1,006 – 1019 kg/L. Selain itu LDL juga mencakup
intermediate-density lipoprotein(IDL) dengan densitas 1,006 – 1019kg/L dan
lipoprotein a Lp (a) dengan densitas 1,045 – 1,080 kg/L (Nauck , 2002)
Kadar kolesterol LDL (LDL-C) merupakan salah
faktor resiko terkena penyakit jantung koroner (CHD). Pemeriksaan LDL-C
memiliki peranan penting dalam klasifikasi, evaluasi, dan pengobatan
dislipidemia (Pranoto, 2003)
Berbagai metode telah digunakan dalam
pengukuran kadar LDL-C serum baik dalam laboratorium riset ataupun klinis.
Metode yang paling umum digunakan adalah metode Friedewald (Hardjoeno, 2003)
Metode ini memiliki beberapa kelemahan yakni
harus mengikuti syarat – syarat tertentu diantaranya tidak ada chylomicrons,
Konsentrasi trigliserida kurang dari 400 mg/dL (4.5 mmol/L) dan pasien dengan
dysbetalipoproteinemia (hyperlipoproteinemia tipe 2) (Frances, 2002)
d. HDL
(High Density Lipoprotein)
Mengangkut kelebihan kolesterol (dan asam
lemak) yang tidak dapat digunakan oleh jaringan perifer-kembali ke hati untuk
diubah menjadi asam empedu (Tan, 2007).
2.2 Nilai Rujukan Data Klinis
a.
Kondisi peningkatan SGOT(Sutedjo, 2009)
No
|
Jenis Pemeriksaan
|
Nilai Normal
|
Kondisi/Penyebab
|
1.
|
Peningkatan SGOT
(peningkatan ringan <3 x normal)
|
Laki-laki sampai dengan 37 U/L
Wanita sampai dengan 31 U/L
|
- Perikarditis
- Sirosis hepatik
- Infark paru
- Cerebrovascularacident (CVA)
|
2.
|
Peningkatan sedang (3-5 nilai normal)
|
Laki-laki sampai dengan 37 U/L
Wanita sampai dengan 31 U/L
|
- Obstruksi sal. Empedu
- Aritmia jantung
- Gagal jantung kongesti
- Tumor hati
|
3.
|
Peningkatan tinggi (>5 x nilai normal)
|
Laki-laki sampai dengan 37 U/L
Wanita sampai dengan 31 U/L
|
- Kerusakan hepatoseluler
- Infark jantung
- Kolaps sirkulasi
- Pankreatitis akut
|
b.
Kondisi peningkatan SGPT ( Sutedjo, 2009)
No.
|
Jenis pemeriksaan
|
Nilai Normal
|
Kondisi/Penyebab
|
1.
|
Peningktan SGPT/SGOT : > 20 x normal
|
Laki-laki s/d 42
U/L
Wanita s/d 32 U/L
|
Hepatitis virus, hepatitis toksik.
|
2.
|
Peningkatan 3-10 x normal
|
Laki-laki s/d 42
U/L
Wanita s/d 32 U/L
|
Inveksi mono nuklear, hepatitis kronik aktif,
obstruksi empedu ekstra hepatik, sindrom reye, dan infrak miokard (AST >
ALT)
|
3.
|
Peningkatan 1-3 x
nilai normal
|
Laki-laki s/d 42
U/L
Wanita s/d 32 U/L
|
Penkreatitis, perlemakan hati, dan sirosis
biliar.
|
BAB 3. METODE KERJA
3.1 Alat Praktikum
Adapun
alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah albumin mikropipet, tabung
sentrifuge, tabung reaksi, sentrifuge dan spektrofotometer.
3.2 Bahan Praktikum
Adapaun
bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquadest, darah, mata
mikropipet, reagen 1 dan 2 SGPT serta
reagen 1 dan 2 SGOT.
3.3 Cara Kerja
1. Pemeriksaan SGOT
a. Penyiapan
Serum
Disiapkan
alat dan bahan. Dimasukkan darah ke dalam tabung sentrifuge. Disentrifuge
selama ± 15 menit pada kecepatan 6000 rpm. Diambil serum. Dimasukkan ke dalam
tabung reaksi.
b. Pengukuran
Absorban Blangko
Disiapkan
alat dan bahan. Dipipet 100
µL aquadest ke dalam kuvet. Ditambahkan 1000 µL reagen 1 SGOT. Diinkubasi pada suhu 370C
selama 5 menit. Ditambahkan 250 µL reagen 2 SGOT, dihomogenkan. Diukur
absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 365 nm.
c. Pengukuran
Absorban Sampel
Disiapkan
alat dan bahan. Dipipet 100
µL serum ke dalam kuvet. Ditambahkan 1000 µL reagen 1 SGOT. Diinkubasi pada suhu 370C
selama 5 menit. Ditambahkan 250 µL reagen 2 SGOT, dihomogenkan. Diukur
absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 365 nm. Dan diukur lagi absorbansinya pada menit ke-2, ke-3,
dan ke-4.
2. Pemeriksaan
SGPT
a. Penyiapan
Serum
Disiapkan alat dan bahan. Dimasukkan darah ke
dalam tabung sentrifuge. Disentrifuge selama ± 15 menit pada kecepatan 6000
rpm. Diambil serum. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
b. Pengukuran
Absorban Blangko
Disiapkan alat dan bahan. Dipipet 100 µL aquadest ke dalam kuvet.
Ditambahkan 1000 µL reagen 1 SGPT.
Diinkubasi pada suhu 370C
selama 5 menit. Ditambahkan 250 µL reagen 2 SGPT, dihomogenkan. Diukur
absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 365 nm.
c. Pengukuran
Absorban Sampel
Disiapkan alat dan bahan. Dipipet 100 µL serum ke dalam kuvet.
Ditambahkan 1000 µL reagen 1 SGPT.
Diinkubasi pada suhu 370C
selama 5 menit. Ditambahkan 250 µL reagen 2 SGPT, dihomogenkan. Diukur
absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 365 nm. Dan diukur lagi absorbansinya pada menit ke-2, ke-3,
dan ke-4.
4.1 Hasil Pengamatan
a. Tabel
Pengamatan
Kelompok
|
Trigliserida
|
Albumin
|
Abs
standar
|
0,081
|
0,190
|
Kadar
satndar
|
0,2
g/dL
|
5
g/dL
|
I
|
0,078
|
-
|
II
|
0,257
|
-
|
III
|
-
|
0,187
|
IV
|
-
|
0,253
|
b. Perhitungan
Ø Kelompok
I
Ø Kelompok
II
Ø Kelompok
III
Ø Kelompok
IV
4.4 Pembahasan
Darah
terdiri dari sel darah merah (eritrosit),
sel darah putih (leukosit), dan pelat
darah (trombosit), yang tersuspensi
dalam plasma. Plasma terdiri untuk sebagian besar dari air dengan terlarut
dalamnya zat-zat elektrolit dan beberapa protein, yakni globulin alfa-,beta-,
gamma-), albumin dan factor pembekuan darah.
Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan trigliserida dan albumin dalam
serum. Pada pengerjaan ini, terlebih dahulu dilakukan proses penyiapan serum
dengan memisahkan antara plasma dan serum pada darah dengan menggunakan
sentrifug pada 6000 rpm selama ± 15 menit. Hal ini bertujuan untuk memperoleh
serum secara utuh.
Dalam pemeriksaan trigliserida, dilakukan pengukuran absorbansi standar
dengan cara dimasukkan 10 µL larutan standar kedalam kuvet dan ditambahkan 1000
µL reagen RGT. Selanjutnya didiamkan selama ± 20 menit pada suhu ruang.
Kemudian, diukur absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 546
nm. Hasilnya, diperoleh 0,257.
Dalam pemeriksaan trigliserida, dilakukan pengukuran absorbansi standar
dengan cara dimasukkan 10 µL larutan standar kedalam kuvet dan ditambahkan 1000
µL reagen RGT. Selanjutnya didiamkan selama ± 20 menit pada suhu ruang.
Kemudian, diukur absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 546
nm. Hasilnya, diperoleh 0,081.
Untuk pengukuran absorbansi sampel terhadap trigliserida, dilakukan
pengukuran dengan cara dimasukkan 10 µL serum kedalam kuvet dan ditambahkan
1000 µL reagen RGT dan dihomogenkan. Selanjutnya didiamkan selama ± 20 menit
pada suhu ruang. Kemudian, diukur absorbansi pada spektrofotometer dengan
panjang gelombang 546 nm. Hasil yang diperoleh berturut-turut untuk kelompok 1
dan 2 adalah 0,1925 g/dL dan 0,6345 g/dL.
Pada pengukuran absorbansi sampel terhadap albumin, dilakukan
pemeriksaan dengan cara dipipet 10 µL
serum kedalam kuvet, ditambahkan 1000 µL reagen albumin dan selanjutnya
dihomogenkan. Didiamkan selama ± 20
menit pada suhu ruang. Kemudian, diukur absorbansi pada spektrofotometer dengan
panjang gelombang 546 nm. Hasil yang diperoleh berturut-turut untuk kelompok 3
dan 4 adalah 4,9210 g/dL dan 6,6578 g/dL.
Berarti, kadar trigliserida pada probandus lebih tinggi yakni diperoleh
hasil 0,6345 g/dL, karena berdasarkan literatur disebutkan kadar trigliserida
normal adalah 0,15 g/dL.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pengamatan diperoleh hasil pemeriksaan trigliserida kelompok I diperoleh
hasil 0,1925 g/dL dan kelompok II diperoleh hasil 0,6345 g/dL. Sedangkan pada
pemeriksaan albumin, kelompok III diperoleh hasil 4,9210 g/dL dan kelompok IV
diperoleh 6,6578 g/dL.
5.2 Saran
Sebaiknya
semua percobaan dilakukan agar semua praktikan dapat mengerti percobaan yang
dilakukan serta diharapkan kelengkapan
bahan menjadi salah satu hal demi kelancaran praktikum.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim., 2015, Penuntum Praktikum Kimia Klinik, Universitas
Muslim Indonesia, Makssar.
Frances,
Fischbach., 2002, A Manual of Laboratory dan Diagnostic Test 6th ed,
Phildelphia, Lippincott.
Gunawan., 2007, Farmakologi
dan Terapi Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapeutika, Fakultas
farmasi, UI.
Hardjoeno,
H., 2003, Interpretasi Hasil Tes
Laboratorium Diagnostik, Lembaga Penerbitan Universita Hasanuddin( Lephas
), Makassar.
Nauck, M., Warnick, GR., Rifai, N., 2002, Methods for Measurements of LDL-Cholesterol:
A Critical Assesment of Direct Measurements by Homogeneous Assay versus
Calculation, ClinChem.
Pranoto, H., Edijanto, SP., 2003, Pemeriksaan Kolesterol LDL Metode Homogen (Homogeneous Assay),
Divisi Kimia Klinik Laboratorium /Instalasi Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Unair /RSU dr. Soetomo. Surabaya.
Shargel, Leon., 2012 Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan Edisi 5, Airlangga University Press, Surabaya.
Sutedjo, AY., SKM., 2009, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium,
Penerbit Amara Books, Yogyakarta.
Tjay, Tan Hoan., 2007, Obat-Obat Penting Edisi 6, Elex Media Komputindo –Gramedia,
Jakarta.
Komentar
Posting Komentar