MANAJEMEN FARMASI
How Much Does Pharmaceutical Innovation
Cost And R & D Conditoion ?
Disusun oleh:
Esni
|
260112160537
|
FAKULTAS FARMASI
PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017

1. Bagaimana pendapat kalian tentang
pernyataan pada artikel tersebut yang menyebutkan bahwa “Companies that invent
more, better drugs at a lower cost do better than those that hemorrhage cash
but never get an important product to market”?
Answer :
Perusahaan yang
menemukan/memproduksi obat dengan “lower
cost” lebih baik daripada dengan “hemorrhage cash” tetapi tidak selalu eksis di pasaran. Hal ini
berkaitan dengan Strategi unit bisnis yang
berfokus pada peningkatan posisi bersaing produk dan jasa perusahaan dalam
industri atau segmen pasar tertentu yang dilayani perusahaan. Strategi unit
bisnis yang fokus pada biaya, umumnya mementingkan strategi bersaing yang
berfokus pada kelompok pembeli atau pasar geografis tertentu. Jika perusahaan
menjalankan fokus biaya maka perusahaan harus dapat menciptakan harga rendah
pada segmen pasar yang dilayaninya. Strategi tersebut didasarkan pada keyakinan
bahwa perusahaan atau unit bisnis yang mengkonsentrasikan upaya-upayanya
agar dapat melayani target dengan lebih
effisien dibandingkan dengan para pesaingnya.
Sehingga dengan menerapkan “lower cost”
yang fokus pada biaya menjamin eksistesi
produk dipasaran.
2. Menurut pendapat kalian, perusahaan
mana yang paling efektif dalam beriventasi di bidang “Research and
Development”? Apa alasannya?
Answer :









Berdasarkan data diatas, perusahaan yang paling efektif dalam berinvestasi
di bidang R & D adalah J&J.
Hal ini di karenakan :
a.
Jumlah obat baru yang telah di temukan/produksi lebih
banyak dibanding dengan perusahaan lainnya yakni 13 obat baru.
b.
Dalam 10 tahun fokus R & D menghabiskan cost sebesar
67624 ($MIL) dan cost R & D per drug 5202 ($MIL) dibanding dengan Pfizer company yang menghabiskan R
& D cost dalam rentang 10 tahun sebesar 77786 ($MIL) dengan cost per drug
7779 ($MIL).
3. Bagaimana pendapat kalian tentang
“Research and Deveopment” yang dilakukan perusahaan farmasi di Indonesia sejauh
ini?
Answer :
Pasar
Farmasi Global
Penelitian
dan Pengembangan (Research and Development, R&D) telah menjadi inti (core)
dari industri farmasi. Beberapa argumentasi menyatakan bahwa rahasia
keberhasilan dari R&D industri farmasi terletak pada kompetensi
organisasional termasuk tim kerja, knowledge management dan hubungan yang kuat
dengan opinion leader (Holland dan Lazo, 2004). Menurut Holland dan Lazo (2004)
inovasi dapat pula dilakukan melalui sumber eksternal yakni aliansi dengan
perusahaan yang berhasil mengembangkan teknologi tersebut.
Perusahaan
farmasi dengan belanja R&D yang besar dan konsisten pada kenyataannya
menjadi pemimpin industri (Holand dan Lazo, 2004). Hal ini karena intensitas
R&D mempunyai
relevansi dengan pertumbuhan penjualan pasar farmasi dunia didominasi oleh
Amerika Serikat, Eropa dan Jepang dengan pangsa pasar sekitar 80 %. Pada tahun
1975 penjualan pasar farmasi dunia tercatat US$ 30 miliar, tahun 1995 meningkat
menjadi US$ 250 miliar dan tahun 2005 meningkat lagi menjadi US$ 602 miliar.
Demikian juga pasar Amerika Serikat mengalami kenaikan yang cukup besar. Pada
tahun 1975 total penjualan di Amerika Serikat tercatat US$ 6,5 miliar, tahun
1995 meningkat menjadi US$ 30 miliar dan pada tahun 2005 meningkat menjadi US$
265 miliar.

R & D di Indonesia
Industri
farmasi Indonesia relatif masih muda dibandingkan dengan industri farmasi di
negara-negara maju. Pada masa penjajahan Belanda sampai perang kemerdekaan
jumlah pabrik farmasi di Indonesia masih sangat sedikit yaitu Pabrik Kina dan
Institut Pasteur (produsen serum dan vaksin) di Bandung serta Pabrik Obat
Manggarai di Jakarta. Demikian pula sarana distribusi farmasi dan apotik masih
sangat terbatas. Pada tahun 1937 terdapat 76 apotik yang sebagian besar
berlokasi di Jawa dan hanya beberapa apotik yang berada di kota-kota besar
Sumatera. Pada tahun 1955 jumlah pabrik farmasi di Indonesia tercatat 7 pabrik
dan apotik 131. Tahun 1958 meningkat menjadi 18 pabrik farmasi dan 146 pabrik
farmasi. Pada periode antara tahun 1958 dan 1967 jumlah produsen farmasi
meningkat menjadi 109 pabrik dan apotik sebanyak 585 (Sirait, 2001).
Industri
farmasi domestik Indonesia bergerak terutama pada produksi dan pemasaran
branded generic (obat yang sudah off patent), obat generik dan obat lisensi
dari perusahaan farmasi di luar negeri. Industri farmasi domestik Indonesia
adalah industri formulasi, bukan research-based company. Kegiatan R&D yang
dilakukan sangat terbatas dengan dukungan pembiayaan rata-rata dibawah 2 % dari
total penjualan. Riset yang dilakukan terbatas hanya pada formulasi produk,
bukan pengembangan obat molekul baru. Kedepan implikasinya adalah perusahaan
farmasi domestik Indonesia tidak akan pernah bersaing pada segmen pasar obat
paten/obat inovatif. Area persaingan perusahaan farmasi domestik Indonesia
adalah pada pasar obat branded generic dan obat generik. Perkembangan pasar
obat bebas atau OTV (Over The Counter) di Indonesia juga cukup tinggi dari
tahun ketahun. Pangsa pasar obat OTC ini didominasi oleh perusahaan farmasi
domestik. Berikut adalah Top 10 perusahaan farmasi di Indonesia.

Konsekuensi dari industri
farmasi yang mulai dengan tradisi menjadi pihak intermediate adalah kelemahan
industri farmasi Indonesia di bidang penelitian dan pengembangan (R & D)
dan suatu rantai yang panjang dari para distributor yang mendorong harga yang
sudah tinggi menjadi lebih tinggi lagi. Walaupun R & D merupakan kunci
sukses dari suatu perusahaan dalam industri farmasi, perusahaan domestik
indonesia hanya mengalokasikan 1 % dari penerimaan total untuk pengembangan
produk. Negara maju mengalokasikan sekurang-kurangnya 10% untuk pengembangan
produk. Mernurut PT. Kalbe Farma, indonesia harus sedikit demi sedikit menahan
anggaran R & D. Sebagai perusahaan farmasi terbesar di Indonesia dengan
nilai kapitalisasisebesar US$1,2 miliar pada tahun 2006, Kalbe Farma senndiri
hanya mengalokasikan 2% dari penjualan total yang sebesar Rp100 miliar per
tahun untuk R & D. PT kalbe farma didirikan pada tahun 1966 dan bekerja
sama dengan perusahaan Spanyol Recombio SA dalam pengembangan obat-obatan dalam
mengatasi dan melawan penyakit kanker (jakarta Post, March 20, 2006).

Jadi, Agar
tetap survive dan maju, industri farmasi Indonesia selain memperkuat
kapabilitas teknologi dan R&D sebagai engine of growth (mesin pertumbuhan).
Perusahaan farmasi juga harus memiliki kapabilitas teknologi dan R&D
yang dapat menghasilkan produk-produk inovasi yang unggul dengan pasar yang
sangat luas.
REFFERENCE :
Holland,
S., and B. B. Lazo, 2004, The Global
Pharmaceutical Industry, Manchester Business School.
James,
J., spillane, S.J., 2010 “Ekonomi Farmasi”.
Grasindo. Yogyakarta.
Sampurno,
2007. ”Kapabilitas teknologi dan penguatan R&D: tantangan industri farmasi
Indonesia”. Majalah Farmasi
Indonesia. Fakultasi Farmasi Universitas Gadjah Mada. Jogkajarta.
Sirait,
M., 2001, Tiga
Dimensi Farmasi, Jakarta, Mahardika.
Komentar
Posting Komentar