Langsung ke konten utama

Peran Apoteker dalam Promosi Kesehatan "Demam Berdarah Dengue"

Komunikasi dan konseling
PROMOSI KESEHATAN


Disusun oleh:

ESNI
260112160537
MULTIANI S LATIF
260112160595



FAKULTAS FARMASI
PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017


BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar belakang
Indonesia sebagai negara berkembang, saat ini mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan yang terjadi tersebut, salah satunya dapat dilihat dari bidang kesehatan. Hal tersebut disebabkan karena kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa.
Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana kesehatan. Jadi sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Salah satu upaya penyelenggarakan pelayanan kesehatan adalah Puskesmas yang merupakan sarana pemeliharaan kesehatan primer (primary care). Primary care merupakan sarana atau pelayanan kesehatan bagi kasus-kasus atau penyakit ringan. Sarana ini merupakan juga yang paling dekat dengan masyarakat, artinya pelayanan kesehatan paling pertama yang menyentuh masalah kesehatan di masyarakat.
Selain melakukan upaya kesehatan dalam pembangunan kesehatan, jugamelakukan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Pemberdayaan masyarakatialah suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dankemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasai, memelihara, melindungi danmeningkatan kesejahteraan mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat di bidangkesehatan merupakan sasaran utama promosi kesehatan.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi dalam promosi dan edukasi (Hartini dan Sulasmono, 2007). Edukasi pasien bukan saja suatu tanggung jawab etika, melainkan juga suatu tanggung jawab hukum medis (medical-legal).
Promosi kesehatan sebagai bagian dari tingkatan pencengahan penyakit.Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Chanter: 1986), sebagai hasil rumusanKonferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada, dinyatakan bahwapromosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalammemelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, promosi kesehatanadalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampuuntuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Batasan promosikesehatan ini mencakup dua dimensi yakni “kemauan” dan “kemampuan”, atau tidaksekedar meningkatkannya kemauan masyarakat seperti dikonotasikan oleh pendidikankesehatan. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa dalam mencapai derajad kesehatan yangsempurna baik fisik, mental, maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal danmewujudkan aspirasinya, kebutuhannya dan mampu mengubah atau mengatasilingkungannya. Lingkungan di sini mencakup lingkungan fisik, sosil budaya danekonominya.
Minimnya partisipasi masyarakat membuat program promosi kesehatan tidak dapat bertahan jangka panjang, sehingga kondisi kesehatan masyarakat menurun (Dalton, Elias, & Wandersman, 2001; Green & Kreuter, 1991). Partisipasi masyarakat merupakan kunci utama dalam mobilisasi masyarakat pada program promosi kesehatan berbasis komunitas untuk pencegahan dan pengendalian penyakit menular DBD (Therawiwat, Fungladda, Kaewkungwal, Imamee, & Steckler, 2005; Raju, 2003). Partisipasi masyarakat dijadikan strategi global untuk penanganan DBD yang tersusun dalam “Dengue–Communication for Behavioral Impact” (DengueCOMBI) (Renganathan etal., 2003).
1.2     Rumusan Masalah
1.      Apa tujuan dari promosi kesehatan ?
2.      Bagaimana program promosi kesehatan berbasis komunitas untuk pencegahan dan pengendalian penyakit menular DBD ?
3.      Bagaimana Peran apoteker untuk mempromosikan kesehatan masyarakat ?

1.3     Tujuan
Untuk mengetahui dan mengembangkan program promosi kesehatan berbasis komunitas untuk pencegahan dan pengendalian penyakit menular seperti DBD serta mengetahui peran apoteker terhadap promosi kesehatan.
1.4     Manfaat
Diharapkan dengan adanya promosi kesehatan tersebut, masyarakat lebih mengetahui dan menyadari cara pencegahan dan pengendalian penyakit terutama untuk penyakit menular seperti DBD.
  
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Promosi Kesehatan
Menurut WHO, promosi kesehatan adalah proses mengupayakan individu-individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengandalkan faktor- faktor yang mempengaruhi kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya. Indonesia merumuskan pengertian promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasana kesehatan (Depkes RI, 2005).
       Menurut Lawrence Green (1984), promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang baik bagi kesehatan.
Pada dasarnya tujuan utama promosi kesehatan adalah untuk mencapai 3 hal, yaitu :
1) Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat
2) Peningkatan perilaku masyarakat
3) Peningkatan status kesehatan masyarakat
Strategi Promosi Kesehatan Berdasarkan rumusan WHO (1994), dalam Notoatmodjo (2007), strategi promosi kesehatan secara global terdiri dari tiga hal, yaitu :
1)   Advokasi (advocacy)
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain tersebut membantu atau mendukung terhadap tujuan yang akan dicapai. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut dapat mendukung program kesehatan yang kita inginkan.
2)   Dukungan sosial (social supporrt)
Strategi dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui tokoh-tokoh formal maupun informal. Tujuan utama kegiatan ini adalah agar tokoh masyarakat sebagai penghubung antara sektor kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan masyarakat penerima program kesehatan. Bentuk kegiatan dukungan sosial antara lain pelatihan-pelatihan para tokoh 10 masyarakat, seminar, lokakarya, bimbingan kepada tokoh masyarakat dan sebagainya.
3)   Pemberdayaan masyarakat (empowerment)
Pemberdayaan merupakan strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan untuk diri mereka sendiri.
       Bentuk kegiatan ini antara lain penyuluhan kesehatan, keorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam bentuk koperasi, pelatihan-pelatihan untuk kemampuan peningkatan pendapatan keluarga (Notoatmodjo, 2007).
       Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan menurut Notoatmodjo (2007), meliputi :
a)    Promosi kesehatan pada tingkat promotif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat pelayanan promotif adalah pada kelompok orang sehat, dengan tujuan agar mereka mampu meningkatkan kesehatannya.
b)   Promosi kesehatan pada tingkat preventif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini selain pada orang yang sehat juga bagi kelompok yang beresiko. Misalnya, ibu hamil, para 11 perokok, para pekerja seks, keturunan diabetes dan sebagainya. Tujuan utama dari promosi kesehatan pada tingkat ini adalah untuk mencegah kelompok-kelompok tersebut agar tidak jatuh sakit (primary prevention).
c)    Promosi kesehatan pada tingkat kuratif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para penderita penyakit, terutama yang menderita penyakit kronis seperti asma, diabetes mellitus, tuberculosis, hipertensi dan sebagainya. Tujuan dari promosi kesehatan pada tingkat ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak menjadi lebih parah (secondary prevention).
d)   Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif.
Sasaran pokok pada promosi kesehatan tingkat ini adalah pada kelompok penderita atau pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit. Tujuan utama promosi kesehatan pada tingkat ini adalah mengurangi kecacatan seminimal mungkin. Dengan kata lain, promosi kesehatan pada tahap ini adalah pemulihan dan mencegah kecacatan akibat dari suatu penyakit (tertiary prevention) (Notoatmodjo, 2007).
2.2  Promosi Kesehatan Puskesmas
Puskesmas merupakan sarana kesehatan yang paling dekat denganmasyarakat. Sehingga promosi kesehatan dilakukan oleh Puskesmas karena masyarakatyang menjadi fokus utamanya. Di sini masyarakatlah yang menjadi objek dari promosikesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas. Hampir semua kecamatan terdapatPuskesmas, baik kecamatan di kabupaten maupun kecamatan di perkotaan. Puskesmasyang terletak di perkotaan disebut Puskesmas perkotaan seperti Puskesmas RasimahAhmad di Bukittinggi (Bethalia. 2011).
Puskesmas Rasimah Ahmad merupakan salah satu Puskesmas dari 6 Puskesmas yang ada di Bukit tinggi. Puskesmas Rasimah Ahmad merupakan Puskesmasyang terbaik yang ada di Bukit tinggi karena memiliki fasilitas yang lebih dari Puskesmas yang lainnya. Fasilitas yang dimiliki oleh Puskesmas Rasimah Ahmad seperti adanya labor, IGD 24 jam, dan rawat inap persalinan. Puskesmas ini berada di Kecamatan Guguak Panjang, Kelurahan Aua Tajungkang Tangah Sawah. Bentuk promosi kesehatan yang dilakukan Puskesmas Rashimah Ahmad seperti kampanyekeliling, dan penyebaran liflet. Penyebaran liflet ini dapat dilakukan memalui brosur,penyuluhan dalam dan luar ruangan, spanduk, baliho dan bandar-bandar yang ada diPuskesmas Rashimah Ahmad.Keberhasilan promosi kesehatan dilihat dari perubahan perilaku kesehatanyang terjadi di masyarakat. Promosi kesehatan biasanya dilakukan bersamaan denganposyandu. Masyarakat Tengah Sawah mengenal Promosi Kesehatan dengan sebutan“penyuluhan”, karena petugas Puskesmas memperkenalkan promosi dengan sebutanpenyuluhan (Bethalia. 2011).
Puskesmas perkotaan ini terletak di kota dengan penduduk agak padat dankunjungan cukup tinggi dengan output Puskesmas 60.000 orang/tahun (Adisasmito,  2006). Maka promosiyang dilakukan akan berguna bagi masyarakat perkotaan. Kota merupakan sebagaisuatu pemukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih besar daripada kepadatanwilayah nasional, dengan struktur mata pencaharian non-agraris dan tataguna tanah yang beraneka ragam serta dengan pergedungan yang berdirinya berdekatan (Menno, 1992). Sehinggadapat dikatakan bahwa masyarakat perkotaan sangat rentan dengan penyakit karenamemiliki aktifitas yang sangat padat dan lingkungan mereka pun kurang alami karenasudah dipenuhi oleh gedung-gedung yang tinggi. Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakatdi wilayah tropis. Daerah endemis tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia, danberulang kali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) disertai kematian yang banyak (Bethalia. 2011).

2.3  Langkah-Langkah Promosi Kesehatan Di Masyarakat (Sulistyowati, 2011)
Langkah-langkah promosi kesehatan di masyarakat mencakup: (1) Pengenalan Kondisi Wilayah, (2) Identifikasi Masalah Kesehatan,(3) Survai Mawas Diri, (4) Musyawarah Desa atau Kelurahan,(5) Perencanaan Partisipatif, (6) Pelaksanaan Kegiatan dan (7) Pembinaan Kelestarian.
a.    Pengenalan Kondisi Wilayah
Pengenalan kondisi wilayah dilakukan oleh fasilitator dan petugasPuskesmas dengan mengkaji data Profil Desa atau Profil Kelurahandan hasil analisis situasi perkembangan desa/kelurahan.
b.    Data kesehatan :
·      Jumlah kejadian sakit akibat berbagai penyakit (Diare,Malaria, ISPA, Kecacingan, Pneumonia, TB, penyakitJantung, Hipertensi, dan penyakit lain yang umum dijumpaidi Puskesmas).
·      Jumlah kematian (kematian ibu, kematian bayi, dankematian balita).
·      Jumlah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui, bayibaru lahir dan balita.
·      Cakupan upaya kesehatan (cakupan pemeriksaan kehamilan,persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, cakupanPosyandu, imunisasi dasar lengkap, sarana air bersih danjamban).
·      Jumlah dan jenis fasilitas kesehatan yang tersedia(Poskesdes, Puskesmas Pembantu, klinik).
·      Jumlah dan jenis Upaya Kesehatan BersumberdayaMasyarakat (UKBM) yang ada seperti Posyandu, kelompokpemakai air, kelompok arisan jamban, tabulin, dasolin.
·      Jumlah kader kesehatan/kader PKK, ormas/LSM yang ada.
c.    Survai Mawas Diri
Sebagai langkah pertama dalam upaya membina peransertamasyarakat, perlu diselenggarakan Survai Mawas Diri, yaitu sebuahsurvai sederhana oleh para pemuka masyarakat dan perangkat desa/kelurahan, yang dibimbing oleh fasilitator dan petugas Puskesmas.Selain untuk mendata ulang masalah kesehatan, mendiagnosispenyebabnya dari segi perilaku dan menggali latar belakangperilaku masyarakat, survai ini juga bermanfaat untuk menciptakankesadaran dan kepedulian para pemuka masyarakat terhadapkesehatan masyarakat desa/kelurahan, khususnya dari segi PHBS.Dalam survai ini akan diidentifikasi dan dirumuskan bersama hal-halsebagai berikut:
·      Masalah-masalah kesehatan yang masih diderita/dihadapi danmungkin (potensial) dihadapi masyarakat serta urutan prioritaspenanganannya.
·      Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah-masalah  kesehatan, baik dari sisi teknis kesehatan maupun dari sisiperilaku masyarakat. Dari sisi perilaku, setiap perilaku digalifaktor-faktor yang menjadi latar belakang timbulnya perilakutersebut.
d.    Musyawarah Desa/Kelurahan
Musyawarah Desa/Kelurahan diselenggarakan sebagai tindaklanjut Survai Mawas Diri, sehingga masih menjadi tugas fasilitatordan petugas Puskesmas untuk mengawalnya. Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan:
·      Menyosialisasikan tentang adanya masalah-masalah kesehatanyang masih diderita/dihadapi masyarakat.
·      Mencapai kesepakatan tentang urutan prioritas masalah-masalahkesehatan yang hendak ditangani.
·      Mencapai kesepakatan tentang UKBM-UKBM yang hendakdibentuk baru atau diaktifkan kembali.
·      Memantapkan data/informasi potensi desa atau potensikelurahan serta bantuan/dukungan yang diperlukan danalternatif sumber bantuan/dukungan tersebut.
·      Menggalang semangat dan partisipasi warga desa ataukelurahan untuk mendukung pengembangan kesehatanmasyarakat desa/kelurahan.
·      Musyawarah Desa/Kelurahan diakhiri dengan dibentuknyaForum Desa, yaitu sebuah lembaga kemasyarakatan di manapara pemuka masyarakat desa/kelurahan berkumpul secara rutinuntuk membahas perkembangan dan pengembangan kesehatanmasyarakat desa/kelurahan.
·      Dari segi PHBS, Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan untukmenjadikan masyarakat desa/kelurahan menyadari adanyasejumlah perilaku yang menyebabkan terjadinya berbagaimasalah kesehatan yang saat ini dan yang mungkin (potensial)mereka hadapi.
e.    Perencanaan Partisipatif
Setelah diperolehnya kesepakatan dari warga desa atau kelurahan,Forum Desa mengadakan pertemuan-pertemuan secara intensifguna menyusun rencana pengembangan kesehatan masyarakatdesa/kelurahan untuk dimasukkan ke dalam Rencana PembangunanDesa/Kelurahan. Rencana Pengembangan Kesehatan MasyarakatDesa/Kelurahan harus mencakup:
·      Rekrutmen/pengaktifan kembali kader kesehatan dan pelatihanpembinaan PHBS di Rumah Tangga untuk para kader kesehatanoleh petugas Puskesmas dan fasilitator, berikut biaya yangdiperlukan dan jadwal pelaksanaannya.
·      Kegiatan-kegiatan pembinaan PHBS di Rumah Tangga yangakan dilaksanakan oleh kader kesehatan dengan pendekatanDasawisma, berikut jadwal pelaksanaannya.
·      Sarana-sarana yang perlu diadakan atau direhabilitasi untukmendukung terwujudnya PHBS di Rumah Tangga, berikut biayayang dibutuhkan dan jadwal pengadaan/rehabilitasinya.
Hal-hal yang dapat dilaksanakan tanpa biaya atau dengan swadayamasyarakat dan atau bantuan dari donatur (misalnya swasta),dicantumkan dalam dokumen tersendiri. Sedangkan hal-hal yangmemerlukan dukungan pemerintah dimasukkan ke dalam dokumenMusrenbang Desa atau Kelurahan untuk diteruskan ke Musrenbangselanjutnya.
f.     Pelaksanaan Kegiatan
Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan kegiatan promosikesehatan, petugas Puskesmas dan fasilitator mengajak ForumDesa merekrut atau memanggil kembali kader-kader kesehatanyang ada. Selain itu, juga untuk mengupayakan sedikit dana (danadesa/kelurahan atau swadaya masyarakat) guna keperluan pelatihankader kesehatan. Selanjutnya, pelatihan kader kesehatan olehfasilitator dan petugas Puskesmas dapat dilaksanakan.
Segera setelah itu, kegiatan-kegiatan yang tidak memerlukan biayaoperasional seperti penyuluhan dan advokasi dapat dilaksanakan.Sedangkan kegiatan-kegiatan lain yang memerlukan dana dilakukanjika sudah tersedia dana, apakah itu dana dari swadaya masyarakat,dari donatur (misalnya pengusaha), atau dari pemerintah, termasukdari desa /kelurahan.
Promosi kesehatan dilaksanakan dengan pemberdayaan keluargamelalui Dasawisma, yang didukung oleh bina suasana dan advokasi.
o  Pemberdayaan
Pemberdayaan individu dilaksanakan dalam berbagaikesempatan, khususnya pada saat individuindividuanggota rumah tangga berkunjung danmemanfaatkan upaya-upaya kesehatan bersumbermasyarakat (UKBM) seperti Posyandu, Poskesdes,dan lain-lain, melalui pemberian informasi dankonsultasi. Dalam kesempatan ini, para kader (danjuga petugas kesehatan) yang bekerja di UKBMharus berupaya meyakinkan individu tersebut akanpentingnya mempraktikkan PHBS berkaitan denganmasalah kesehatan yang sedang dan atau potensialdihadapinya.
Pemberdayaan keluarga dilaksanakan melaluikunjungan ke rumah tangga dan konsultasi keluargaoleh para kader kesehatan. Juga melalui bimbinganatau pendampingan ketika keluarga tersebutmembutuhkan (misalnya tatkala membangun jamban,membuat taman obat keluarga dan lain-lain).
Dalam hal ini, fasilitator dan petugas Puskesmasmengorganisasikan para kader kesehatan denganmembagi tugas dan tanggung jawab melaluipendekatan Dasawisma. Seorang atau dua orangkader diberi tugas dan tanggung jawab untukmembina PHBS 5–10 rumah tangga.
o  Bina Suasana
Bina suasana diawali dengan advokasi olehfasilitator dan petugas Puskesmas untuk menggalangkemitraan. Advokasi dilakukan terhadap parapemuka atau tokoh-tokoh masyarakat, termasukpemuka agama dan pemuka adat serta parapengurus organisasi kemasyarakatan di tingkat desadan kelurahan seperti pengurus Rukun Warga/RukunTetangga, pengurus PKK, pengurus pengajian,pengurus arisan, pengurus koperasi, pengurusorganisasi pemuda (seperti Karang Taruna) danlain-lain.
Keberhasilan advokasi dan penggalangan kemitraanakan memotivasi para pemuka atau tokoh-tokohmasyarakat tersebut untuk berperan aktif dalam binasuasana, dalam rangka menciptakan opini publik,suasana yang kondusif dan panutan di tingkat desadan kelurahan bagi dipraktikkannya PHBS oleh rumahtangga. Para pengurus organisasi kemasyarakatanjuga termotivasi untuk mendorong anggotaanggotanyaagar mempraktikkan PHBS.Bina suasana juga dapat dilakukan denganpemanfaatan media seperti pemasangan spandukdan atau billboard di jalan-jalan desa/kelurahan,penempelan poster di tempat-tempat strategis,pembuatan dan pemeliharaan taman obat/taman gizipercontohan di beberapa lokasi, serta pemanfaatanmedia tradisional.
o  Advokasi
Sebagaimana disebutkan di atas, advokasi dilakukanoleh fasilitator dan petugas Puskesmas terhadappara pemuka masyarakat dan pengurus organisasikemasyarakatan tingkat desa dan kelurahan, agarmereka berperanserta dalam kegiatan bina suasana.Di samping itu, advokasi juga dilakukan terhadappara penyandang dana, termasuk pengusaha, agarmereka membantu upaya pengembangan kesehatanmasyarakat desa/kelurahan.
Kegiatan-kegiatan pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi didesa dan kelurahan tersebut di atas harus didukung oleh kegiatankegiatan(1) bina suasana PHBS di Rumah Tangga dalam lingkupyang lebih luas (kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional)dengan memanfaatkan media massa berjangkauan luas seperti suratkabar, majalah, radio, televisi dan internet; serta (2) advokasi secaraberjenjang dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota dan daritingkat kabupaten/kota ke tingkat kecamatan.

g.    Evaluasi Dan Pembinaan Kelestarian
Evaluasi dan pembinaan kelestarian merupakan tugas dari KepalaDesa/Lurah dan perangkat desa/kelurahan dengan dukungan dariberbagai pihak, utamanya pemerintah daerah dan pemerintah.Kehadiran fasilitator di desa dan kelurahan sudah sangat minimal,karena perannya sudah dapat sepenuhnya digantikan oleh kaderkaderkesehatan, dengan supervisi dari Puskesmas.
Perencanaan partisipatif dalam rangka pembinaan kesehatanmasyarakat desa/kelurahan, sudah berjalan baik dan rutin sertaterintegrasi dalam proses perencanaan pembangunan desa ataukelurahan dan mekanisme Musrenbang. Kemitraan dan dukungansumber daya serta sarana dari pihak di luar pemerintah juga sudahtergalang dengan baik dan melembaga.
Pada tahap ini, selain pertemuan-pertemuan berkala serta kursus-kursuspenyegar bagi para kader kesehatan, juga dikembangkancara-cara lain untuk memelihara dan meningkatkan pengetahuandan keterampilan para kader tersebut.
Pembinaan kelestarian juga dilaksanakan terintegrasi dengan penyelenggaraan Lomba Desa dan Kelurahan yang diselenggarakan setiap tahun secara berjenjang sejak dari tingkat desa/kelurahansampai ke tingkat nasional. Dalam rangka pembinaan kelestarian juga diselenggarakan pencatatan dan pelaporan perkembangan kesehatan masyarakatdesa/kelurahan, termasuk PHBS di Rumah Tangga, yang berjalan secara berjenjang dan terintegrasi dengan Sistem Informasi Pembangunan Desa yang diselenggarakan oleh Kementerian DalamNegeri.

2.4  Demam Berdarah Dengue
Demam Dengue (Dengue Fever/DF) dan dalam bentuk yang lebih parah adalah Demam Berdarah Dengue/DBD (Dengue Haemorrhagic Fever/DHF) merupakan penyakit yang berbahaya dan menimbulkan kematian pada manusia (WHO, dalam Chua, Chua, Chua, & Chua, 2005; Renganathan  et al., 2003). Penyakit DF/DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh Dengue Virus (DEN) dari famili Flaviviridae, genus Flavivirus (Figueiredo, 2003).
Virus ini ditularkan melalui perantara vektor nyamuk betina Aedes aegypti. Serotipe Dengue terdiri dari DEN1, DEN 2, DEN3, dan DEN4 (Chua et al., 2005; Figueiredo, 2003; Renganathan et al., 2003).
Setiap tahun di seluruh dunia terjadi lebih dari 100 juta kasus penyakit demam dengue dan lebih dari 100.000 kasus DBD. Hanya Afrika dan Timur Tengah yang jauh dari peristiwa Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (Sopotammarak, 2003). Seluruh provinsi di Indonesia merupakan wilayah endemis DBD dan selalu mengalami peningkatan jumlah penderita DBD setiap tahun. Terhitung sejak tahun 1997 terdapat 31.784 jiwa penderita DBD dan tahun 2007 terdapat 156.697 jiwa penderita DBD. Khusus di Yogyakarta, data pada tahun 2006 terdapat penderita DBD 2.184 jiwa kemudian meningkat menjadi 2.463 jiwa pada tahun 2007 (Kompas, 2008).
Respon masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pencegahan penyakit DBD sesuai himbauan dan ajakan pemerintah bukan hal yang mudah. Di lain pihak, pemerintah juga memiliki ketidakmampuan untuk mengatasi persoalan penyakit DBD secara tuntas dan berkelanjutan.
Realita yang terjadi di masyarakat sampai saat ini menunjukkan bahwa adanya keterbatasan pengetahuan dan informasi tentang cara pencegahan penyakit DBD pada masyarakat (Kompas, 2008), sulitnya membuat semua orang peduli dan mau berusaha menjaga kebersihan lingkungan untuk pencegahan penyakit DBD (Hutabarat, Windyaningsih, & Delianna, 2007; Kompas, 2008), rendahnya kesadaran dan tanggung jawab kolektif untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (Kompas, 8 Februari 2008; 4 Maret 2008), dan orang merasa lebih percaya pada metode pemberantasan nyamuk dengan bahan kimia dibandingkan melakukan PSN secara mandiri (Cahyo, 2006; Haryono, 1999; Kompas, 2008).
Minimnya partisipasi masyarakat membuat program promosi kesehatan tidak dapat bertahan jangka panjang, sehingga kondisi kesehatan masyarakat menurun (Dalton, Elias, & Wandersman, 2001; Green & Kreuter, 1991). Partisipasi masyarakat merupakan kunci utama dalam mobilisasi masyarakat pada program promosi kesehatan berbasis komunitas untuk pencegahan dan pengendalian penyakit menular DBD (Therawiwat, Fungladda, Kaewkungwal, Imamee, & Steckler, 2005; Raju, 2003). Partisipasi masyarakat dijadikan strategi global untuk penanganan DBD yang tersusun dalam “Dengue–Communication for Behavioral Impact” (DengueCOMBI) (Renganathan et al., 2003).
Definisi partisipasi melibatan individu dalam berpendapat dan ikut mengambil keputusan pada proses identifikasi masalah dan kekuatan yang dimiliki, perencanaan solusi, pelaksanaan, dan evaluasi sesuai dengan tujuan dan manfaat yang ingin dicapai bersama (Ewles & Simnett, 2003; Yoo et al., 2004).Keterlibatan individu dari proses perencanaan sampai pada proses evaluasi tersebut berdasarkan dinamika pengalaman, ide-ide, perasaan, dan kontribusi kekuatan yang dimiliki individu untuk ikut serta mengambil keputusan yang berdampak bagi diri sendiri dan komunitasnya.

2.5  Peran Apoteker dalam Promosi Kesehatan merupakan perannya dalam Komunitas.
·         Memberikan pengarahan kepada masyarakat mengenai penggunaan obat yang benar melalui penyuluhan, seminar, buletin, maupun iklan layanan masyarakat.
·         Membantu pemerintah dalam mewujudkan masyarakat sehat, khususnya dalam  penanganan penyakit - penyakit yang membutuhkan pengobatan jangka panjang  melalui penyuluhan, membuat materi, buletin, iklan, serta berpartisipasi dalam  pengendalian infeksi di RS melalui Komite Pengendali Infeksi.
·         Memberikan informasi mengenai pemecahan masalah kesehatan yang ada di  masyarakat khususnya mengenai obat atau penemuan obat baru.
·         Berperan dalam memberikan edukasi obat pada masyarakat, pengadaan obat berdasarkan penyakit yang banyak terjadi di komunitas tersebut, serta dalam pengawasan mutu obat.
·          Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus memberikan edukasi  apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan  dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif  dalam promosi dan edukasi.
·         Disiplin dan pengawasan penggunaan obat pada masyarakat korban bencana, atau  pada pemberian imunisasi
  
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang baik bagi kesehatan. Pada dasarnya tujuan utama promosi kesehatan adalah untuk mencapai 3 hal, yaitu Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat, Peningkatan perilaku masyarakat dan Peningkatan status kesehatan masyarakat.
Masyarakat sampai saat ini menunjukkan bahwa adanya keterbatasan pengetahuan dan informasi tentang cara pencegahan penyakit DBD pada masyarakat (Kompas, 2008), sulitnya membuat semua orang peduli dan mau berusaha menjaga kebersihan lingkungan untuk pencegahan penyakit DBD (Hutabarat, Windyaningsih, & Delianna, 2007; Kompas, 2008), rendahnya kesadaran dan tanggung jawab kolektif untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (Kompas, 2008; 4 Maret 2008), dan orang merasa lebih percaya pada metode pemberantasan nyamuk dengan bahan kimia dibandingkan melakukan PSN secara mandiri (Cahyo, 2006; Haryono, 1999; Kompas, 2008).

3.2  Saran
Semoga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa dan mahasiswi tenaga kesehatan dalam melaksanakan promosi kesehatan, dan kami berharap makalah ini mendapatkan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.







DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, wiku. 2006. Buku Ajar Kebijakan Kesehatan. Departemen AKK FKM UI, Depok.

Bethalia. 2011. Pengetahuan Masyarakat Terhadap Kesehatan (Studi Kasus: Pemahaman Masyarakat Kelurahan Aua Tajungkang Tangah Sawah, Bukittinggi Yang Pernah Menderita Penyakit Dbd ).Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Andalas, Padang

Cahyo, K. (2006). Kajian faktorfaktor perilaku dalam keluarga yang Mempengaruhi pencegahan penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Kelurahan Meteseh Kota Semarang. Media Litbang Kesehatan XVI (4),

Chua, K. B., ILy Chua, IEe Chua, & Chua, K. H. (2005). Differential environmental preferences of gravid female aedes mosquitoes in ovipositing their eggs. The Southeast Asian Journal Tropical Medicine and Public Health, 36 (5), 11331138.

Dalton, J.H., Elias, M.J., & Wandersman, A. 2001. Community Psychology: Linking Individuals and communities. Belmont, CA : Wadsworth.

Direktorat Kesehatan Dan Gizi Masyarakat 2006. Laporan Kajian Kebijakan Penanggulangan(wabah) Penyakit Menular (studi kasus dbd). Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Ewles, L. & Simnett, I. (2003). Promoting Health: A Practical Guide, Fifth Edition. London: Baillière Tindall.

Figueiredo, L. T. M. (2003). Dengue in Brazil: past present and future perspective. Dengue Bulletin, 27, 2533. Sopotammarak, S. (2003). Dengue haemorrhagic fever – a threat to global
health. Dengue Bulletin, 27, 192194.

Green, L. W. & Kreuter, M. W. (1991). Health Promotion Planning, An Educational and Environmental Approach (Second Edition). London: Mayfield Publishing Company.

Hutabarat, T., Windyaningsih, C., &  Delianna, J. (2007). Modul Pelatihan Bagi Pengelola Program Penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian  Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kompas. (8 Februari 2008). Kesehatan: Warga Diminta Waspadai DBD di Musim Hujan. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama


Menno, s., Mustamin, a., 1992. Antropologi Perkotaan. Jakarta: Rajawali.
Notoatmodjo, s., 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
Raju, A. K. (2003). Community Mobilization  In Aedes Aegypti Control Programme By Source Reduction In PerUrban District Lautoka, Viti Levu, Fiji Island. DenguenBulletin.

Renganathan, E., Parks, W., Llyod, L., Nathan, M. B., Hosein, E., Odugleh, A., Clark, G. G., Gubler, D. J., Prasittisuk, C., Palmer, K., & San Martin, JL. (2003). Sulistyowati, l, s., 2011. Promosi Kesehatan Di Daerah Bermasalah Kesehatan. Jakarta

Towards. 2012. Sustaining Behavioral Impact In Dengue Prevention And Control. Dengue Bulletin,

Therawiwat, M., Fungladda, W., Kaewkungwal, J., Imamee, N., & Steckler, A. (2005). Commnitybased approach for prevention and control of dengue hemorrhagic fever in Kanchanaburi Province, Thailand. The Southeast Asian Journal Tropical Medicine and Public Health, 36 (5),

Yoo, S., Weed, N.E., Lempa, M.L., Mbondo, M., Shada, R.E., & Goodman, R.M. (2004). Collaborative community empowerment: An illustration of a sixstep process. Health Promotion Practice


Komentar

Postingan populer dari blog ini

_ Profesi Apoteker __

Dear All... Before we start all of this story... I just wanna say that " Buat kalian semua yang ingin atau akan bertanya seputar Apoteker Unpad, mohon untuk menanyakan rasa penasaran kalian ke mereka lulusan atau angkatan terbaru dikarenakan sistem yang selalu upgrade" (revisi,12/04/19).     :) Hey guys... Welcome to my simple blog My name is Esni La Tambuasa... Pepatah yang pastinya Reader udah pada sering dengar semua yaitu ‘tak kenal maka tak sayang’... so openingnya kita kenalan aja dulu.. #ea Well kali ini aq mw berbagi kisah perjuangan anak sulawesi yang merantau ke jawa buat ngelanjutin studinya... yah aq esni trendnya ezny lulusan S1 Farmasi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar angkatan 2012... moment ketika aq dpat gelar S.Farm yah setahun lalu tepatnya tgl 26 April 2016... fleshback kemasa lalu yh.. Reader jangan pda baper yah pas bahas tentang simple past... Jadi, masalah baru akan muncul berentetan ketika kita udah menyandang gelar bar...

Skenario Konseling Pasien ISK

SKENARIO KONSELING TAHAPAN CONTOH KALIMAT 1.       Pengenalan Assalamualaikum... Selamat siang Ibuu/Bpk, perkenalkan nama saya Esni saya apoteker di apotek ini. Boleh minta waktunya sebentar bu ± 5 menit saja. Saya akan menjelaskan tentang informasi penggunaan obat yang ibu dapatkan agar pengobatannya lebih efektif dan ibu cepat sembuh. 2.       Penilaian Awal/ Identifikasi Tujuan : Menilai pengetahuan pasien dan kebutuhan informasi yang harus dipenuhi Hal-hal yang perlu di perhatikan : o   Pasien baru/pasien lama o   Peresepan baru/ peresepan lama/ OTC o   Identitas pasien (ditebus oleh pasien atau keluarga pasien) Dalam memberikan konseling, sebaiknya digunakan pertanyaan terbuka (pertanyaan yang membuat pasien memberikan penjelasan seputar penyakit ataupun obat yang digunakan). Jangan gunakan pertanyaan tertutup (pertanyaan yang ...

DEKLARASI HELSINKI & FASE III UJI KLINIS

FARMASI INDUSTRI Disusun oleh: Harianto 260112160503 Poppy Sarah J 260112160519 Maria selviana R 260112160535 Esni 260112160537 Ratna Fitria E 260112160577 Dhany Alghifari 260112160601 FAKULTAS FARMASI PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS PADJADJARAN 2017 I.               DEKLARASI HELSINKI A.       PENDAHULUAN 1.         World Medical Association (WMA) telah mengembangkan Deklarasi Helsinki sebagai pernyataan prinsip-prinsip etika untuk penelitian medis yang melibatkan subjek manusia , termasuk untuk memperoleh data identifikasi terhadap manusia. Deklarasi ini dimaksudkan sebagai rujukan secara keseluruhan dan masing-masing konstituen paragraf tidak harus diterapkan tanpa pertimbangan semua ayat-ayat relevan lainnya. 2.   ...